(CAKAPLAH) - Kelapa sawit sudah menjadi isu sentral, terkhusus setelah diberlaukannya B-30 (bauran atau blending) 30 persen minyak sawit dengan 70 persen solar). Dampaknya adalah sangat mempesona, harga CPO (minyak sawit mentah) dunia melambung tinggi (tertinggi sejak Indonesia merdeka). Tidak ada teori lain mengapa harga CPO sampai melambung tinggi kecuali hanya satu ‘serapan domestik CPO adalah control harga CPO dunia’.
Harga TBS Petani sawit yang mengelola 42% Perkebunan sawit Indonesia pun terdampak positif. Sudah dua kali 17 Agustus pun berbuah senyum bagi petani sawit di 22 Provinsi Perwakilan APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia), ya karena mitosnya sejak dulu bahwa jelang 17 Agustus pasti harga TBS Petani anjlok. Faktanya kabupaten kota yang memiliki perkebunan sawit, praktis ekonominya lebih baik, ini akibat multiplier effect kelapa sawit yang dikelola oleh rakyat yang sangat berdampak positif terhadap dimensi ekonomi, sosial dan berkorelasi positif terhadap lingkungan, ya Petani sawit itu lebih bersahabat dengan alam ketika mengelola perkebunan kelapa sawitnya. Ini hasil Penelitian Program Doktoral Ilmu Lingkungan Universitas Riau, dan sudah masuk ke Jurnal Internasional.
Akibat melambungnya harga CPO tentu berdampak naiknya harga semua bahan makanan dan energi baru terbarukan (EBT), mulai dari kosmetik, makanan, obat-obatan, industri pewarna, biodiesel, dan ribuan material kebutuhan manusia yang berbahan baku minyak sawit lainnya.
Petani sawit yang 42 persen pengelola perkebunan sawit di Indonesia patut mendapat bintang lima, mengapa? Ya karena produk Biodiesel (B30) adalah sumbangsih maha karya dari petani sawit, sekalipun harga CPO melambung tinggi namun harga Biodisel di SPBU tetap stabil, ini dikarenakan sumbangan Petani sawit melalui Pungutan Eksport (PE) 175 USD per ton CPO tujuan eksport, yang dipungut-kelola oleh BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, dibawah kendali Kementerian Keuangan). Semakin melambung harga CPO dunia, maka sumbangan Petani yang dipungut (PE) oleh BPDPKS akan semakin naik (progresif, flat pada angka 175 USD). Bagi kami pungutan ini adalah cara kami petani sawit berguna untuk negara yaitu NKRI. Perlu dicatat bahwa PE ini bukan pajak, bukan APBN, tapi lebih tepat disebut sumbangan yang dikelola oleh BPDPKS, berbeda dengan Bea Keluar (BK) CPO yang disetor ke negara (pajak).
Jika menggunakan harga patokan CPO dunia, maka harga Biodisel (biosolar) di SPBU bisa pada angka Rp 10.600/liter atau lebih, karena faktanya harga CPO (minyak mentah sawit) pada dua tahun terakhir jauh diatas minyak bumi. Maka dengan Pungutan Ekspor tadi masyarakat Indonesia cukup membayar Rp5.150/liter Biosolar di SPBU, keren kan? Bauran (blending) minyak sawit dengan minyak solar murni ini adalah pilihan matematis berwarna merah putih, itu adalah fakta, bukan hoaks, dan petani sawit menyumbang 42 persen untuk bauran tersebut, semakin terpesona kepada petani sawit Indonesia.
Kami petani sudah melakukan perhitungan dan pembanding. Setelah Presiden Jokowi meresmikan Mandatori B30 berlaku per Januari 2020, harga TBS praktis naik terus (di atas Rp.1.900/kg), ya benar kami memang menyumbang melalui PE, harga TBS kami berkurang rerata Rp363/Kg TBS tiap pungutan ekspor 175 USD tersebut dan ini yang kami sebut give, tapi kami Petani menerima (take atau receive) kenaikan (sebagai dampak) harga TBS Rp. Rp.1.755/kg (harga TBS saat ini Rp.2.721 (umur 10-20th) dimana sebelum B30 harga TBS Rp.800-1.200/kg), jadi kami masih untung Rp. 1.392/kg, dan inilah yang kami sebut take. Loh kok bisa? Ya karena sebelum Mandatori B-30, harga TBS kami hanya berputar diangka Rp. 800-1.200/kg TBS. Tapi saat ini (periode minggu ke dua Agustus 2021) harga TBS berkisar Rp.2.550-2.721/kg TBS, karena teori serapan domestic CPO tadi, harga TBS terjaga. Selain untuk bauran B30 tadi (serapan domestic), sebagian dari take kami tadi (Rp.363/kg TBS) kami sumbang untuk riset, peningkatan SDM, Sarpras, beasiswa anak-anak petani buruh tani serta pemerhati sawit Indonesia melalui BPDPKS, terimakasih BPDPKS untuk visi dan misinya.
Penulis pernah ditanya mengenai banyaknya Petani sawit yang mengeluh karena harga pupuk naik sampai 60 persen melampaui kenaikan harga TBS. Persoalan ini nantilah penulis ulas secara khusus.**