Ketika pimpinan DPR RI mengetuk palu atas pengesahan UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) dalam sidang paripurna, beberapa waktu lalu (Selasa, 07/12/2021), sepertinya banyak yang tidak menyadari bahwa ada salah satu poin dalam UU tersebut, yang membawa kabar baik bagi Provinsi Riau.
Kabar baik itu sangat jelas: UU HKPD yang baru direvisi, memberikan peluang bagi daerah penghasil sawit seperti Riau untuk mendapatkan Dana Bagi Hasil (DBH).
Ini tentu berita yang sangat menggembirakan, di tengah kondisi keuangan Pemerintah Provinsi Riau, yang tiap tahun cenderung mengalami penurunan.
Kabar baik ini terasa makin istimewa, karena perjuangan untuk mendapatkan DBH Sawit bukan berbilang hari atau bulan. Tapi sudah bertahun-tahun. Bahkan belasan tahun.
Kalau kita mengikuti tahap per tahap perjuangan daerah-daerah penghasil sawit untuk mendapatkan DBH ini, paling tidak bisa kita elaborasi kronologi sebagai berikut.
Perjuangan secara terorganisir, agaknya dimulai sejak tahun 2006, ditandai dengan pertemuan provinsi-provinsi penghasil sawit di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Lalu pada tahun 2013, pertemuan kembali digelar di Pekanbaru, Riau. Berlanjut 2014 pertemuan kembali digelar di Kalimantan Timur.
Terakhir pada 2020, pertemuan provinsi-provinsi penghasil sawit kembali ditaja di Pekanbaru, Bumi Melayu Lancang Kuning.
Pada pertemuan kali ini, tidak kurang dari 21 gubernur atau yang mewakili membuat pernyataan tertulis, yang intinya meminta dilakukan revisi atas UU No 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (sekarang berganti nama menjadi UU HKPD), sehingga ada payung hukum untuk memberikan DBH Perkebunan Sawit bagi daerah-daerah penghasil.
Sebenarnya sejak pertemuan pertama (2006), tuntutannya sama, yakni meminta revisi UU No.33/2004. Karena memang DBH perkebunan belum diatur dalam UU tersebut.
Ini berbeda dengan DBH Migas atau DBH Kehutanan misalnya, yang memang sudah diatur secara jelas dalam UU No.33/2004 itu.
Tanpa payung hukum yang pasti, tentu tidak ada peluang bagi pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk memberikan DBH Sawit bagi daerah-daerah penghasil.
Momentum revisi UU No.33/2004 pada tahun 2021 di DPR RI khususnya Komisi XI, nampaknya menjadi momentum terbaik bagi daerah-daerah pengasil sawit seperti Riau untuk berjuang.
Gubernur Riau (Gubri) H Syamsuar tak ingin ketinggalan kereta. Berbagai upaya dilakukan, baik perjuangan melalui DPR RI, maupun melalui pihak-pihak terkait di Kemenkeu.
Alhamdulillah hasilnya cukup menggembirakan. UU HKPD yang baru, mengakomodir aspirasi daerah-daerah penghasil sawit melalui frame "DBH lainnya, seperti DBH Sawit."
Dan untuk pengaturan lebih detilnya tentang besaran DBH dan lainnya akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah (PP).
"Sependapat dengan masukan beberapa fraksi untuk mengembalikan DBH sektor Perikanan dan membuka peluang adanya opsi DBH dari penerimaan negara pada sektor lain seperti perkebunan, maka Pasal 123
RUU HKPD membuka kemungkinan penambahan jenis DBH lain, seperti sektor perkebunan sawit melalui mekanisme Peraturan Pemerintah setelah
terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPR RI," begitu kata Menkeu Sri Mulyani dalam pidatonya saat sidang paripurna pengesahan UU HKPD.
"Hal tersebut juga kami pandang sebagai bentuk penegasan bahwa RUU HKPD juga berkomitmen
untuk mendukung peningkatan kapasitas daerah," kata Menkeu menambahkan.
Sekedar diketahui, DBH adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dalam hal perkebunan sawit, dalam proses bisnisnya, paling tidak Pemerintah Pusat mendapatkan pemasukan dari Bea Keluar (BK) dan Pungutan Ekspor (PE).
Untuk kasus Riau, BK dan PE yang diterima Pemerintah Pusat diperkirakan mencapai belasan triliun per tahun. Bahkan, ada yang menyebut di atas itu.
Dana dari dua komponen itulah yang diharapkan ada bagian (DBH) untuk daerah penghasil seperti Riau.
Jika ini terealisasi, tentu Provinsi Riau akan menjadi provinsi dengan pendapatan DBH Sawit terbesar, mengingat luasan perkebunan sawit di Riau yang mencapai 3 juta hektar lebih, atau terluas se-Indonesia.
Kabar baik ini agaknya pantas disambut dengan sukacita oleh seluruh masyarakat Riau sembari kita menutup tahun 2021 dan menyambut dengan optimis tahun baru 2022. Wallahu'alam...
Penulis | : | Erisman Yahya MH, Birokrat. |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Cakap Rakyat |