
![]() |
Husaimi Hamidi
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Konflik lahan perkebunan antara masyarakat dengan PT Duta Swakarya Indah (DSI) masih belum selesai. Kemarin, ratusan masyarakat menggelar aksi unjuk rasa menuntut izin PT DSI dicabut.
Persoalan ini sudah lama terjadi di tiga kecamatan di Kabupaten Siak. Komisi II DPRD Riau juga pernah memanggil PT DSI untuk rapat dengar pendapat (RDP) di gedung legislatif Provinsi Riau. Namun, perusahaan itu tidak hadir.
Sekretaris Komisi II DPRD Riau Husaimi Hamidi menilai perusahaan ini pembangkang dan tidak mau patuh kepada pemerintah. Bahkan DPRD Riau menilai perusahaan itu bergaya bar-bar.
"DSI ini perusahaan yang gayanya bar-bar. Diundang DPRD Riau enggak mau datang. Padahal kan membantu menyelesaikan masalah. Kalau memang dia betul, kita kasih pengertian ke masyarakat bahwa dia betul. Tapi kan tidak mau hadir," kata Husaimi, Selasa (08/08/2023).
Konflik lahan dan aksi demontrasi terhadap PT DSI sudah terjadi beberapa tahun belakangan. Tapi, pemerintah dinilai terkesan diam untuk menyelesaikan masalah tersebut.
"Saya bingung juga, pemerintah kok diam. Sementara saya lihat ada sertifikat resmi dari BPN, tapi tumpang tindih dengan hak guna usaha (HGU)," kata Husaimi.
Ia juga minta pemerintah merevisi UU perkebunan ini. Artinya, jadikan HGU ini persyaratan mutlak untuk perusahaan mendirikan perkebunan. Jangan hanya izin operasional dan izin perkebunan. HGU itu bagian dari yang lain.
"Akibatnya banyak di Riau ini kebun belum memenuhi HGU. Karena HGU diurus setelah kebunnya siap," kata dia.
Sebelumnya, ratusan petani sawit dari Kecamatan Koto Gasib, Dayun, Mempura di Kabupaten Siak, Riau, menggelar unjuk rasa di depan Kantor Bupati Siak dan Pengadilan Negeri (PN) Siak, Senin (7/8/2023).
Petani meminta agar Bupati Siak Alfedri mencabut izin PT Duta Swakarya Indah (DSI). Kuasa pemilik lahan masyarakat, Sunardi SH mengatakan Bupati Siak harus membuka mata terhadap permasalahan masyarakat dengan korporasi perkebunan sawit itu.
Ia meminta agar Bupati Alfedri bersikap tegas terhadap rongrongan PT DSI terhadap masyarakat petani di Siak.
"Kami meminta agar Bapak Bupati Siak tidak tutup mata melihat persoalan ini. Sebab sudah sangat lama masyarakat menderita. Tapi Pak Bupati tidak ambil sikap," teriak Sunardi.
Padahal, sambung Ketua DPP LSM Perisai ini, ratusan orang warga Siak mempunyai surat tanah (SHM) yang diklaim PT DSI masuk dalam kawasannya.
Sementara, PT DSI hanya mampu menggarap lahan seluas 1.800 hektare dari 8.000 hektare Izin Lokasi (Inlok) dan Izin Usaha Perkebunan (IUP) yang dimiliki perusahaan.
"Jadi tuntutan kami agar Bupati Siak berani mencabut Inlok dan IUP PT DSI, jangan takut," kata dia.
Sekitar 10 orang perwakilan petani juga masuk ke Kantor Bupati. Mereka disambut Sekretaris Daerah Kabupaten Siak Arfan Usman.
Permintaan mencabut Inlok dan IUP PT DSI ditanggapi. Namun pencabutan itu bisa dilakukan setelah pemerintah daerah mendapat salinan dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, bahwa izin pelepasan kawasan PT DSI yang diterbitkan Menteri Kehutanan pada tahun 1998 resmi dicabut.
Setelah itu, ratusan petani juga menggelar aksi di depan Kantor PN Siak. Mereka menyerahkan berkas hasil putusan constatering dan eksekusi lahan yang dilakukan PN tidak sesuai objek. Berkas diterima oleh Panitra PN Siak, Baginda Sultan Firmansyah.
Izin pelepasan kawasan milik PT DSI yang diterbitkan Menteri Kehutanan pada tahun 1998 telah resmi dicabut.
Hal itu diputuskan dalam sidang Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada Selasa, (11/7). Dalam putusan Nomor 24/G/2023/PTUN.JKT itu majelis hakim menolak seluruh eksepsi tergugat (Kementerian Kehutanan) dan Tergugat II Intervensi PT DSI.
Dalam pokok perkara, mengabulkan gugatan penggugat (pemilik sertipikat SHM) untuk seluruhnya dan menyatakan batal Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 17/Kpts-II/1998 tentang Pelepasan Kawasan Hutan Seluas 13,532 Hektar yang terletak di kelompok hutan S Mempura - S Polong, Kabupaten Daerah Tingkat II Bengkalis, Provinsi Daerah Tingkat I Riau Untuk Perkebunan atas nama PT Duta Swakarya Indah tanggal 6 Januari 1998.
Kemudian majelis hakim juga memerintahkan kepada tergugat untuk mencabut Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 17/Kpts-II/1998 tentang Pelepasan Kawasan Hutan Seluas 13,532 hektare tersebut. Lalu menghukum tergugat untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp36.974.000.
Perlu diketahui, setelah pemekaran Kabupaten Daerah Tingkat II Bengkalis Provinsi Daerah Tingkat I Riau resmi menjadi Kabupaten Siak dan tidak lagi tergabung dengan Kabupaten Bengkalis.
Penulis | : | Delvi Adri |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Pemerintahan, Riau |










































01
02
03
04
05




