PEKANBARU (CAKAPLAH) -- Majelis hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru menghukum Rudi Kumala (54) dengan pidana penjara selama 1 tahun. Terdakwa melakukan kegiatan penambangan tanah timbun atau tanah urug ilegal di Kelurahan Melebung, Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru.
Selain Rudi Kumala, majelis hakim yang diketuai Zefri juga memvonis Hil Hamzah. Pria berusia 24 tahun itu bekerja sebagai operator alat berat penambangan ilegal yang dikelola di lahan Rudi Hamzah.
Kedua terdakwa dinyatakan hakim bersalah melanggar Pasal 158 Undang-undang (UU) RI Nomor 03 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
"Menghukum terdakwa Rudi Kumala dan Hil Hamzah dengan pidana penjara selama 1 tahun, dikurangi masa tahanan yang telah dijalani," ujar hakim pada persidangan yang digelar secara online, Kamis (31/8/2023) petang.
Selain penjara, Rudi Kumala dan Hil Hamzah juga dituntut membayar denda Rp 15 juta. Dengan ketentuan bila tak dibayar diganti hukuman penjara selama 1 bulan.
Hakim juga memutuskan barang bukti berupa satu unit alat berat yang digunakan untuk mengolah tanah disita.
Atas putusan hakim itu, kedua terdakwa langsung menyatakan menerima sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Kristin Sanditari Purba
menyatakan pikir-pikr. "Kami pikir-pikir," kata JPU.
Hukuman hakim untuk Rudi Kumala dan Hil Hamzah itu lebih ringan 4 bulan dari tuntutan JPU, yakni 1 tahun 4 bulan penjara, denda Rp 15 juta subsidair 2 bulan kurungan.
Sebelumnya, JPU mendakwa Rudi Kumala dan Hil Hamzah bersama-sama Andes Saputra dan Edi Sugianto (penuntutan terpisah) sebagai orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penambangan tanpa izin.
Tindakan terdakwa diungkap dari informasi kepada anggota Subdit IV Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) Polda Riau pada Kamis, 11 Mei 2023, tentang adanya kegiatan dan operasional pertambangan tanah urug atau tanah timbun tanpa izin di Jalan 70 RT.003 RW.001 Kelurahan Melebung Kecamatan Tenayan Raya.
Tim langsung menindaklanjuti informasi itu dengan melakukan penyelidikan di tempat kejadian perkara (TKP). Sesampai di lokasi, ditemukan sebidang lahan tambang tanah timbun dan kedua terdakwa sedang melakukan penambangan.
Terdakwa Hil Hamzah ketika itu sedang mengoperasikan satu unit alat berat ekskavator merek Hitachi Zaxis Forester PC 210 warna orange. Sementara, Rudi Kumala merupakan pemilik lahan dan juga sebagai juru tulis dalam kegiatan penambangan tanah urug tersebut.
Tim Subdit IV Reskrimum Polda Riau menanyakan tentang perizinan kegiatan tersebut. "Terdakwa mengakui dalam melakukan kegiatan penambangan tanah urug atau tanah timbun tersebut tidak ada Izin Usaha Pertambangan dari Pejabat yang berwenang," kata JPU dalam dakwannya.
Petugas kemudian mengamankan kedua terdakwa beserta alat bukti satu unit ekskavator merek Hitachi Zaxis Forester PC 210 warna orange dan satu buku catatan besar warna kuning corak batik.
Terdakwa Rudi Kumala sebagai pemilik lahan menyebut pada tanggal 26 Februari 2023 membuat kesepakatan kerja sama beli tanah timbun dengan Andes Saputra dan Edi Sugianto. Di antaranya tanah timbun dibeli Andes Saputra dan Edi Sugianto seharga Rp 13.000 sepakat 1 mobil Canter atau 1 trip.
Harga tersebut bersih diterima oleh pihak pemilik tanah timbun dan pemilik tanah timbun tidak mengeluarkan perizinan kuari dan kegiatan-kegiatan keamanan, dan OKP termasuk kutipan apapun.
Terdakwa Rudi Kumala sudah menerima DP sebanyak 100 mobil yaitu Rp 13.000.000. Sesuai kesepakatan kerja sama dibayar bertahap. Andes Saputra dan Edi Sugianto juga meminta terdakwa Rudi Kumala menjadi juru tulis kegiatan itu dengan diberi upah sebesar Rp 50.000.
Sementara terdakwa Hil Hamzah telah bekerja sebagai operator alat berat di pertambangan ilegal itu selama satu bulan. Dari pekerjaannya itu, ia sudah mendapat upah sebesar Rp.5.000.000.
Berdasarkan keterangan Ahli Pertambangan Eka Danil dari Kementerian ESDM Provinsi Riau, kegiatan yang dilakukan kedua terdakwa adalah kegiatan pertambangan, kegiatan excavating atau penambangan bahan galian tanah urug/pasir tanpa izin atau ilegal.
Kegiatan itu tidak dapat dikategorikan sebagai pertambangan rakyat, karena tidak dilakukan pada Wilayah Izin Pertambangan Rakyat sebagaimana Pasal 20 Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 serta spesifikasi alat yang digunakan merupakan peralatan mekanis alat berat yang bukan merupakan spesifikasi peralatan yang dibolehkan untuk IPR.
Kegiatan itu juga tidak dapat dikategorikan Pertambangan Khusus sebagaimana Pasal 74 UU Nomor 4 Tahun 2009 karena tidak termasuk dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus yang merupakan kewenangan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Republik Indonesia.
Penulis | : | CK2 |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Hukum, Kota Pekanbaru |