PEKANBARU (CAKAPLAH) - Sidang Paripurna DPRD Riau dengan agenda pembahasan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Riau batal terlaksana karena tidak kuorumnya anggota dewan.

Salah satu yang mendapat sorotan adalah ketidakhadiran anggota DPRD dari Komisi V karena mereka lebih mementingkan melakukan sidak ke SMAN 14 Pekanbaru ketimbang menghadiri paripurna pengesahan RTRW yang sejak lama ditunggu-tunggu banyak pihak tersebut.

Terkait ketidakhadiran Komisi V dalam paripurna tersebut, Anggota Panitia Khusus (Pansus) RTRW Suhardiman Amby, menyebut ada unsur politik yang tidak tuntas.

Baca: Pansus Sebut Tak Kuorumnya Sidang Pengesahan RTRW Sarat Unsur Politik

"RTRW Riau ini kan kepentingan pemerintah, kan sudah dijadwalkan di Banmus, bahwa hari ini kita melakukan pengesahan RTRW, kenapa Komisi V melakukan Sidak? Ada apa? Kita lihat ini ada unsur masalah politik yang tidak tuntas," kata Datuk, sapaan akrab Suhardiman Amby kepada CAKAPLAH.COM, kemarin.

Terkait hal ini Ketua Komisi V DPRD Riau, Aherson membantah tudingan Datuk tersebut. Ia mengatakan, hanya empat orang saja anggota Komisi V yang melakukan sidak.

"Kalau dituding kami menggagalkan paripurna, tidak benar itu. Karena kami hanya pergi empat orang saja kok, Saya, Ade Hartati, Husaimi Hamidi, dan Ev Tengger," jelas Aherson.

Lepas dari hal itu, lantas apa yang didapat sebagian kecil anggota Komisi V saat melakukan sidak ke SMAN 14 Pekanbaru sehingga rela meninggalkan sidang paripurna yang menurut kalangan DPRD lebih penting? Aherson mengatakan pihaknya melakukan kunjungan ke SMAN 14 untuk melihat kondisi real dari sekolah yang kini menjadi kewenangan Pemprov Riau itu.

Baca: Komisi V Bantah Gagalkan Paripurna Pengesahan RTRW Riau

Aherson mengatakan bahwa selama ini laporan yang masuk dari dinas hanya yang baik-baik saja, untuk itu Komisi V ingin mengetahui apa benar laporan tersebut.

"Kita cek sampellah, memang di sana terkait guru kompaklah, terkait fasilitas memang ada yang kurang, di sana ada labor tapi meja kursi tak ada, jadi tidak bisa dipakai labor tersebut," kata Aherson kepada CAKAPLAH.COM, Selasa (12/9/2017).

Politisi Demokrat ini menambahkan, bahwa disekolah tersebut terdapat 42 orang PNS, dan 12 orang guru honorer yang diangkat melalui komite sekolah, dan termasuk guru guru yang dibutuhkan di sekolah tersebut.

"12 orang tersebut diberi 18 jam mengajar seminggu dan dibayar pakai honor komite, nah meskipun sudah ada Bosnas dan Bosda, sesuai laporan wakil kepala sekolah ke kita, sekolah tersebut tetap memungut uang komite kepada murid," katanya lagi.

Jumlah pungutan tersebut, lanjut Aherson bervariasi mulai dari Rp250.000 hingga Rp300.000 per anak, dan jumlah anak di sekolah tersebut 716 siswa.

"Alasan mereka tetap memungut komite katanya adalah karena Bosnas dan Bosda hanya Rp 1,8 juta, sedangkan rasio per anak per tahun adalah Rp 3 juta sampai Rp 4,5 juta," terangnya

Untuk itu, pihak komisi V meminta Rencana Kebutuhan Anggaran (RKA) di sekolah tersebut, untuk mengetahui berapa sebenarnya anggaran yang dibutuhkan, dan uang Rp3 hingga Rp4,5 juta per anak pertahun tersebut RKA-nya seperti apa.

"Mereka belum bisa memberikan RKA nya, karena kepala sekolahnya sedang ada undangan di luar, tadi wakilnya, dan mereka berjanji akan menyerahkannya kepada kita, kalau dilihat permasalahan ini hampir semua sekolah seperti itu," cakapnya lagi

Untuk itu, pihaknya sudah berbicara dengan dinas pendidikan terkait hal itu, dan akan menghitung semua kebutuhan sekolah, dengan jumlah murid dan guru sekian, berapa jumlah kebutuhan tersebut.

"Jadi yang keliru di sekolah tersebut, uang Bosnas dan Bosda tersebut bukan untuk membayar gaji guru, yang membayar gaji guru uang komite, kan keliru cara pandang seperti itu, dan dana Bosda dan Bosnas itu mungkin digunakan untuk yang lain, makanya kita ingin lihat RKA nya seperti apa," tukas Aherson.