Ilustrasi/Net
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Perambahan hutan yang beralih fungsi menjadi perkebunan tidak hanya memicu konflik antara masyarakat dan perusahaan, tapi juga konflik antara manusia dan satwa liar lantaran hutan yang menjadi tempat tinggal semakin menyempit.
Sekretaris Komisi II DPRD Riau Husaimi Hamidi membenarkan, sejauh ini kerusakan hutan yang semakin masif telah mengganggu kelangsungan ekosistem yang ada di dalam hutan. Satu dampak dari praktik pembabatan hutan dan alih fungsi lahan yakni terjadinya konflik antara satwa liar dengan manusia.
Ia mencontohkan, banyak gajah yang merusak kebun masyarakat. Kemudian ada kawanan monyet yang masuk perkampungan, hingga konflik manusia dengan harimau sumatera.
"Wajar mereka seperti itu. Karena memang lahan untuk hidup itu digarap oleh orang. Kalau gajah itu masuk perkampungan, sah-sah saja karena tempatnya tidak ada lagi. Tidak itu saja, kemarin saya pulang ke Rohil. Di kampung kami itu bahkan kawanan monyet saja sudah masuk pemukiman. Kami mendesak agar ada perbaikan ekosistem hutan," kata Husaimi, Ahad (14/8/2022).
Kata dia, instansi terkait harus mengembalikan ekosistem satwa liar. Ia minta agar kawasan hutan lindung yang ada di berbagai daerah di Riau dihijaukan kembali. Bila memang sebelumnya marak aksi deforestasi berupa illegal logging, Pemda harus melakukan penghijauan kembali.
"Jadi kalau memang kemarin itu ada yang garap hutan lindung itu kembalikan ke ekosistemnya. Tapi kalau dibiarkan hutan lindung itu digarap, ya habis. Kepastian hukum tentang hutan lindung itu juga harus ditegakkan. Ada yang garap itu dikembalikan ke habitat sebagai hutan kalau kita mau selamatkan negeri ini," jelasnya.
Persoalan tersebut memang tidak bisa menitik beratkan terhadap pemerintah saja. Dukungan masyarakat juga sangat diperlukan. Seperti pelaporan kepada pihak terkait apabila melihat ada aksi pembalakan liat terjadi di kawasan hutan. Ia tidak ingin masyarakat diam ketika melihat ada alat berat yang bekerja pada wilayah hutan.
"Banyak yang bilang, enggak tau mana yang hutan, mana yang enggak. Kan semua sudah jelas peruntukannya. Nanti bilang, Udah jadi kebun baru tau. Kita lewat saja ekskavator garap hutan kok kita diam saja," kata dia.
Ia juga mengkritisi persoalan aliran sungai. Sebab, sungai juga menjadi salah satu sumber penghidupan bagi keanekaragaman satwa di hutan Riau. Persoalan yang terjadi belakangan sudah banyak aliran sungai yang rusak akibat aktivitas perkebunan maupun pertambangan.
"Sekarang DAS sudah tidak ada lagi. Sungai sudah ditutup tapi kok kita diam. Ini harus ada Perdanya DAS itu. Sedih kita hari ini, sungai yang dulu indah sudah tidak indah lagi. Wajar saja bila satwa liar itu seolah marah dan masuk pemukiman masyarakat. Kawasan dia kita ganggu," paparnya.
Penulis | : | Delvi Adri |
Editor | : | Ali |
Kategori | : | Pemerintahan, Lingkungan, Riau |