(CAKAPLAH)-Matahari sejatinya sudah agak tinggi, sudah terasa panas di tengkuk ketika berjalan dari area parkir menuju pasar. Hari itu pasar begitu riuh, bukan hanya ratusan, tapi ribuan orang berdesakan di area pasar yang tak begitu luas itu. Maklum, puasa akan segera usai. Ibu-ibu mulai sibuk di dapur untuk menikmati ritual terbesar umat muslim itu. Berbagai jenis masakan sepertinya wajib terhidang diatas meja ketika lebaran tiba, meskipun tahun ini ada perbedaan waktu pelaksanaan shalat Ied itu. Maka, tak pelak pasar sebagai penyedia bahan baku utama itu, sontak diserbu masyarakat.
Bukan hanya kaum ibu, tetapi termasuk pula anak-anak gadis, atau anak bujang serta bapak-bapak yang diperbantukan oleh para Ibu untuk membantu sebagai tukang angkat barang belanjaan, termasuk saya! Maklum, belanja kali ini ekstra, lebih banyak daripada yang biasa!
Selain area parkir yang terasa sempit, pengaturan parkir juga terasa serampangan.
Apa hendak dikata! Masalah lain, sebagian area parkir sudah diokupasi para pedagang kaki lima. Mereka berevolusi dari waktu ke waktu. Di awal peresmian pasar dulu, semua terlihat rapi karena aturan yang ditetapkan diawasi oleh aparat penegak hukum. Namun, sekarang selain tidak terlihat petugas pasar, satpol PP pun juga tiada.
Maka, jika dulu pedagang kaki lima hanya berjualan di pinggiran area parkir, sekarang mereka telah merangsek ke tengah, bahkan, mungkin sepertiga area parkir sudah dikuasai oleh pedagang kaki lima yang menggelar lapak di hamparan area parkir itu. Yang pusing tentu saja pengunjung pasar yang membawa kendaraan! Lain hal, karena lahan parkir yang sudah menyempit itu, sekarang menimbulkan masalah baru, pintu keluar yang sejatinya harus memiliki akses yang lapang sesuai dengan peruntukannya, sekarang juga banyak dijadikan tempat parkir sepeda motor.
Pengunjung yang membawa mobil, harus ekstra hati-hati ketika keluar dari pasar, sebab kalau tidak, mungkin saja mobilnya tergores dengan sepeda motor yang parkir di area yang semestinya bebas kendaraan itu. Itupun sepertinya tidak ada yang peduli. Tidak ada petugas Dinas Perhubungan yang stand-by disitu walaupun pos nya ada!
Masuk kedalam area pasar, aroma khas yang berasal dari penguapan berbagai jenis barang dagangan menyeruap ke permukaan. Satu dua helai daun sayur jatuh ke lantai, tampaknya sedikit, tapi hal itu terjadi di banyak lapak. Maka area itu terlihat kotor, apalagi jika sayur dan dagangan itu terinjak kaki pengunjung dan mengeluarkan air, lalu bercampur dengan jenis sayuran atau buah-buahan lainnya, terasa geli ketika terinjak. Seperti membayangkan kaki terinjak tomat busuk.
Zonasi area dagangan yang dulu diatur sesuai dengan jenis produk yang dijual sekarang terasa kacau. Ada penjual ikan asin di area sayur-mayur, ada penjual santan kelapa di area yang tadinya diperuntukkan untuk dagangan kering. Yang agak patuh mungkin adalah penjual daging dan ikan basah yang konsisten berada di area yang semestinya. Namun, seperti kebanyakan pasar-pasar lain, di area itu pula lantai pasar menjadi becek. Diantara ikan-ikan hidup yang menggelepar, terciprat air sehingga membasahi lantai. Masalahnya lantai itu sebagiannya sudah terkelupas keramiknya, ada yang bolong, ada yang retak. Maka dari sana, saya yang memakai sandal jepit swallow, tadinya telapak kaki kering, namun ketika masuk ke area tersebut mulailah air lindi berwarna hitam dengan aroma semerbak itu menyeruak sedikit demi sedikit dari lobang tali sandal itu.
Mula-mula sedikit, namun lama-lama akhirnya boleh dikata hampir semua permukaan telapak kaki menjadi basah. Geli bercampur jijik karena aromanya.
Selain itu, koridor yang tadinya disediakan untuk akses berjalan kaki buat pengunjung yang sejatinya cukup lebar sekarang telah banyak yang diokupasi pedagang. Mereka menggelar dagangannya diatas lapak yang terbuat dari kayu, bukan lapak dadakan yang digelar diatas lantai semen lagi. Macam-macam yang dijual, tentu sudah pasti tidak mengikuti zonasi yang sudah ditetapkan di awal lagi. Ada penjual telur, ada penjual buah-buahan, ada penjual rempah, ada penjual pakaian, ada penjual berbagai macam pernak-pernik, pokoknya warna-warni. Ada lampu dan aliran listrik segala. Akhirnya akses jalan buat pengunjung jadi menyempit. Menyempitnya bukan sedikit, labih dari separo sepertinya.
Begitu pula pedagang pemilik toko dan lapak resmi yang ada di los jualan. Banyak diantara mereka yang menambah sendiri luas lapak dan tokonya dengan menambahkan rak kayu sampai selebar satu meter di bagian luar area toko dan lapak resminya.
Tidak ada pengawasan! Akhirnya, jalur buat berjalan pengunjung yang tadinya lapang sekarang menjadi sempit. Terasa sekali di masa-masa seperti ini, pengunjung harus berdesak-desakan di dalam area pasar. Ibu-ibu, emak-emak, anak gadis, anak bujang dan bapak-bapak, berdesakan di koridor sempit itu, terlupa bahwa mereka bukan muhrim, terpaksa bersenggolan kerana keadaan!
Apa hendak dikata, pasar yang dicita-citakan bersih dan teratur itu ternyata sudah kembali ke tabiatnya semula. Kotor, tidak teraktur, becek dan bau! Tak banyak berubah, Sama seperti pengalaman puluhan tahun silam saat-saat tinggal di kampung, ketika membantu Amak menjual sayur di pagi buta di pasar sayur di kaki gunung Merapi itu.
Tak hendak hanya menyalahkan para pedagang kaki lima itu. Sebab tentu banyak mulut yang harus mereka suapi menjelang Idul Fitri. Mereka tak hendak mencari kaya, tapi menjalankan tanggungjawab untuk menghidupi keluarga. Masalahnya, masih cukup banyak space kosong di bagian belakang pasar yang belum terisi. Hanya masalahnya pembeli maunya yang praktis, membeli di tempat terdepan.
Begitu juga pedagang, dimana ada gula, ada semut, dimana terasa pengunjung ramai, disana mereka membuka lapak. Maka, jangan bayangkan pasar kita akan bisa seperti central market di Melbourne itu. Sejatinya pasar kita masih sekelas pasar-pasar komunal di Paramaroibo, Suriname yang banyak dihuni keturunan bangsa kita itu!
Minal aidin walfaidzin, mohon maaf lahir batin.
Pak Kadis Pasar, sekali-sekali datanglah ke pasar kami…….
Penulis | : | Osvian Putra, Master Asesor Indonesia, Pemerhati Pariwisata Riau, Warga Rumbai |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Cakap Rakyat |