ANDA masih ingat wacana hak angket DPRD Riau tentang pembayaran hutang dana eskalasi di APBDP Riau 2015 sebesar Rp220 miliar lebih? Kalau Anda masih ingat, berarti Anda punya ingatan yang oke. Tapi kalau Anda lupa atau tidak tahu, berikut kami ceritakan sepintas kronologis bergulirnya inisiatif hak angket tersebut.
Kisah berawal dari sejumlah anggota DPRD Riau yang mengaku kaget dengan munculnya alokasi dana sekitar Rp220 miliar lebih di APBDP Riau 2015 untuk pembayaran hutang sejumlah proyek. Padahal, menurut sebagian anggota dewan, mereka tidak pernah selesai membahas dan menyepakati dana tersebut. Tapi kok, ketika APBDP-nya telah diverifikasi oleh Mendagri, alokasi dana itu muncul bak siluman. Menakutkan!
Nah, demi kepastian hukum sekaligus menghindari terkaman aparat hukum, maka beramai-ramailah anggota dewan menggalang tandatangan untuk mengajukan hak angket dana eskalasi. Seolah-olah anggota dewan ini ingin lepas tanggungjawab seandainya nanti penganggaran dana eskalasi ini bermasalah.
Memang betul sih hak angket ini adalah haknya anggota dewan untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat. Namun, apakah mesti setakut itu anggota DPRD Riau sehingga tanpa ba bi bu mereka tiba-tiba mengajukan hak angket dana eskalasi? Bahkan, pakai dan bawa-bawa nama KPK segala?!
"DPRD harus berani menjalankan hak angket, karena hak angket inilah yang akan menuntun kita untuk mencari titik terang terkait polemik pembayaran utang eskalasi. Selain itu juga polemik ini bisa dilaporkan ke KPK, biar mereka yang menyelidiki siapa yang salah dan benar," begitu kata anggota DPRD Riau, M Adil, beberapa waktu lalu kepada sejumlah wartawan.
Waktu terus berlalu, namun nasib hak angket masih juga begitu-begitu, enggak ada kejelasan. Sejak digulirkan wacana ini di awal tahun 2016 lalu, hingga kini tak ada keputusan tegas dari DPRD Riau tentang entitas yang bernama hak angket dana eskalasi ini. Padahal sudah beberapa kali digelar sidang paripurna terkait ini, tapi tetap saja nasib hak angket seperti 'terapung tak hanyut, terendam tak basah'.
Nah,tulisan ini lebih fokus kepada nasib hak angketnya, bukan tentang kasus dana eskalasi Rp220 miliar-nya. Karena, kalau soal dana eskalasi, biarlah itu nanti menjadi pekerjaaan pansus hak angket seandainya itu terbentuk.
Berbicara tentang hak angket, sebenarnya sudah mahfum ini hanya jadi mainan politik saja. Sebab, sejak berdirinya Indonesia ini, belum ada penggunaan hak angket yang sukses. Maksud sukses disini adalah sukses membongkar semua kejanggalan terkait kasus yang di-hak angket-kan. Dan biasanya, keputusan dari penyelidikan hak angket itu selalu normatif. 'Ape tidak aje', istilah orang Melayu.
Karena 'ape tidak aje' inilah makanya muncul persepsi khalayak yang menyebutkan hak angket dana eskalasi Rp220 miliar lebih ini cuma mainan politik, isapan jempol belaka. Dugaannya, hak angket eskalasi ini lahir demi sebuah selera politik: 'merasa aman' dan 'meraih simpati'.
'Merasa aman' karena para anggota dewan tak ingin terlibat kasus hukum jika nantinya alokasi dana eskalasi Rp220 miliar ini bermasalah.
Kemudian, 'meraih simpati' karena para anggota dewan ingin mencitrakan dirinya sebagai orang yang kritis terhadap pemerintah, sehingga menjadi anggota dewan idola. Padahal, belum tentu simpati itu bisa diraih apalagi kalau hak angket itu enggak jelas juntrungannya seperti saat ini. Bisa-bisa, anggota dewan pengusul hak angket itu akan dicap sebagai orang yang main-main dan suka gertak, padahal mereka ini 'ape tidak aje'.
Lalu, mau diapakan hak angket dana eskalasi kalau sudah begini kejadiannya? Seharusnya ada dua hal yang bisa dilakukan.
Pertama, diputuskan saja secepatnya lewat sidang paripurna apakah wacana hak angket ini diterima atau tidak. Kalau diterima, segera lakukan penyelidikan terhadap dana eskalasi ini sampai ditemukan jalan keluarnya. Kalau hak angket tak diterima, maka jelas sudah nasib hak angket ini: distop. Sehingga, selesailah kisah hak angket.
Kedua, dicabut saja usulan dana eskalasi oleh pengusulnya agar rakyat tak ternanti-nanti menunggu ending cerita 'dagelan' politik ini. Dan anggota dewan pun bisa bekerja dengan tenang tanpa dicurigai?
Ha? Dicurigai? Ya, karena memang ada yang curiga bahwa ada anggota dewan yang bermain terkait penambahan anggaran eskalasi demi sebuah fee. Astaghfirullah.*
Penulis | : | Redaksi |
Kategori | : | Serba Serbi |