PASIRPENGARAIAN (CAKAPLAH) - Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan syarat tambahan bagi calon kepala daerah yang berstatus sebagai mantan terpidana dengan ancaman Hukuman di atas 5 tahun.
Amar Putusan MK tersebut sudah dituangkan melalui Putusan MK No.56/PUU-XVII/2019 yang mengabulkan sebagian permohonan ICW dan Perludem terkait uji Pasal 7ayat (2) huruf g UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada).
Dalam Putusannya, MK mengubah Pasal 7 ayat (2) huruf g. (i) tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa.
Dan g.(ii) bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana; dan (iii) bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulangulang.
Adanya perubahan terhadap Undang-Undang 10 Tahun 2016 ini tentunya akan berimplikasi terhadap Syarat Pencalonan. Pasalnya, Dalam PKPU 18 Tahun 2019 yang sudah diKeluarkan KPU RI sebelum putusan MK, disebutkan bahwa mantan Terpidana boeh mencalonkan diri dalam pilkada asalkan mengumumkan Secara Jujur Ke Publik sebagai mantan Terpidana.
Terkait hal ini, Komisioner KPU Rohul Elfendri mengatakan siap menindaklanjuti Putusan MK ini jika nantinya dijadikan yurisprudensi terhadap aturan pelaksanaan pilkada. Namun Elfendri menyatakan, bahwa KPU Rohul hanya bekerja mengacu terhadap Peraturan Perundang-undangan dalam Hal ini PKPU.
“Kalau dijadikan yurisprudensi maka tentunya akan dikeluarkn pertauan perundangan-undangan yang menjelaskan dan memperbarui PKPU 18 Tahun 2019. Kita masih menunggu KPU RI, apakah Putusan MK ini akan dijadikan yurisprudensi aturan pencalonan.” Cakap Elfendri Kepada Cakaplah, Selasa (11/2/2020).
Elfendri menyebutkan, jika nantinya tidak ada perubahan terhadap PKPU 18 Tahun 2019 Pasca Putusan MK hingga tahapan penetapan Calon, maka KPU tetap akan merujuk terhadap PKPU 18 Tahun 2019 meskipun akan ada konsekuensi potensi sengketa pencalonan apabila ada calon yang memang terkait putusan MK tesebut baik di tingkat Bawaslu, PT TUN dan MA.
“Harapan kita KPU RI dapat secepatnya memperjelas kedudukan putusan MK ini terhadap penyelenggaran pemilu apakah akan menjadi yurisprudensi atau tidak sehingga bisa menimbulkan kepastian hukum di tengah mayarakat.” pungkas Elfedri.
Penulis | : | Ari |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Politik, Kabupaten Rokan Hulu |