PEKANBARU (CAKAPLAH) - Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) merupakan salah satu Program Strategis Nasional sebagai upaya pemerintah untuk meningkatkan produktivitas tanaman perkebunan kelapa sawit, dengan menjaga luasan lahan, agar perkebunan kelapa sawit dapat dimanfaatkan secara optimal, sekaligus untuk menyelesaikan masalah legalitas lahan yang terjadi.
Pemerintah menargetkan Program PSR dari tahun 2020-2022 dapat terealisasi sebesar 540 ribu hektare (ha) yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, diantaranya wilayah Sumatera sebanyak 397.200 ha, Jawa 6.000 ha, Kalimantan 86.300 ha, Sulawesi 44.500 ha, dan Papua 600 ha.
Target pemerintah dalam Program PSR pada tahun 2021 seluas 180.000 ha dan dapat didukung dengan pembiayaan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebesar Rp30 juta/ha dengan maksimal lahan seluas 4 ha/pekebun.
Sejak Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) berdiri sampai tahun 2020, BPDPKS telah menyalurkan dana program PSR sebesar Rp 5,3 Triliun yang mencakup luas lahan 200,2 ribu hektar. Namun, angka sebesar itu masih bisa dioptimalkan melalui program akselerasi Peremajaan Sawit Rakyat dengan memangkas hambatan-hambatan penyaluran dana PSR kepada kelompok sasaran.
Terkait hal itu, Syafaruddin Poti mengatakan, bahwa Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) adalah salah satu program prioritas yang menjadi perhatian DPR RI maupun DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten dan kota.
"Kami mencatat, tahun 2021 ini, Pemerintah menargetkan 180.000 ha dengan alokasi dana sebesar Rp 5,5 triliun. Kami di Provinsi Riau sangat mendukung program tersebut. Keberhasilan program ini akan berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat Riau," kata Poti.
Lebih lanjut ia mengatakan Memang benar bahwa dalam program PSR ini, Provinsi Riau termasuk salah satu daerah yang diharapkan dapat menyerap dana PSR secara signifikan.
Hal ini wajar, mengingat luas lahan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau mencapai 4,172 juta hektar dengan 60% diantaranya merupakan perkebunan rakyat. Sudah seharusnya, Provinsi Riau menjadi target dari PSR.
"Kami sangat concern terhadap program ini. Oleh karena itu, kami sangat memperhatikan aspek tata kelola terhadap dana PSR ini, terutama di tingkat penerima. Membantu mengawasi agar tepat sasaran sehingga proses penyaluran dan pemanfaatannya, tepat sasaran. Kami juga mendukung percepatan realisasi dana hibah PSR ini melalui percepatan pemberkasan dokumen pengajuan yang diajukan lembaga-lembaga pekebun. Pemberkasan ini merupakan hal yang sangat penting yang harus dilakukan sebelum proses verifikasi dilakukan oleh Kementerian," cakapnya.
Ia juga berharap agar Pemerintah atau Kementerian Pertanian dan BPDPKS bersama seluruh pemangku kepentingan industri sawit harus menyusun mekanisme peremajaan sawit rakyat yang lebih efektif dan efisien termasuk melalui pola kemitraan antara perusahaan dan petani kelapa sawit.
Juga melakukan perbaikan-perbaikan terhadap prosedur dan alur proses penyaluran PSR kepada petani sawit agar daya serap kebun sawit rakyat terhadap dana PSR semakin optimal.
Provinsi Riau memiliki target PSR pada tahun 2021 seluas 26.500 hektare. Namun, sejauh ini, realisasinya baru sekitar 392 hektare, sangat minim dan jauh dari harapan. Masalah kelembagaan penerima dana hibah PSR selalu menjadi kendala. Juga masalah status lahan petani sawit rakyat yang berada di hutan KLHK, juga menjadi hambatan bagi daerah Riau untuk mencapai sasaran PSR.
"Untuk itu kami menyarankan agar ada perbaikan strategi penyaluran dana PSR agar tepat sasaran antara lain dengan melakukan identifikasi yang lebih kuat terhadap calon penerima dana hibah PSR, verifikasi dapat dilakukan oleh surveyor independent agar efektif serta membuka kemungkinan pemilik kebun perorangan menjadi calon penerima dana hibah PSR," ujarnya.
Selain itu lakukanlah monitoring dan evaluasi yang lebih kuat, dengan laporan yang tepat waktu, termasuk kepada DPR dan DPRD yang mengawasi pengelola maupun penerima. Dan yang paling utama adalah bagaimana jalur birokrasi yang harus ditempuh oleh petani sawit untuk mendapatkan dana PSR agar dapat dipangkas. Salah satunya dengan memanfaatkan sistem IT dalam proses kerja yang dimulai dari proses pengajuan, verifikasi dan pengawasan.
Lebih jauh, Politisi PDIP ini menyarankan agar Program PSR ini lebih disosialisasikan lagi di tengah masyarakat, karena banyak petani yang tidak mengetahui program tersebut, seperti petani mandiri atau petani swadaya, pihaknya meminta agar ada pendampingan dari BPDPKS, karena yang namanya swadaya ini tentu perkebunannya tidak teratur.
"Kita juga berharap pengajuan PSR dari Kelompok Tani Swadaya ini dipermudah, jika program PSR akan berhasil dan memiliki dampak besar terhadap perekonomian masyarakat, khususnya di Riau. Kami optimistis, program PSR ini adalah program strategis nasional yang dampaknya langsung dirasakan masyarakat," tutupnya.
Penulis | : | Satria Yonela Putra |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Pemerintahan, Riau |