Marwan Yohanis.
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Pansus konflik lahan masyarakat dengan perusahaan DPRD Riau sampai kini belum menuntaskan pekerjaan. Meski sudah menyusun 17 rekomendasi terkait persoalan sengketa ini, hasil pekerjaan selama enam bulan terakhir itu belum diparipurnakan.
Ketua Pansus Konflik Lahan Masyarakat dengan Perusahaan DPRD Provinsi Riau Marwan Yohanis mengklaim sudah menyampaikan rekomendasi yang disusun itu kepada pimpinan dewan. Hanya saja, masih menunggu penjadwalan dari Badan Musyawarah (Banmus) DPRD Riau.
"Kita sudah menyampaikan dalam rapat. Baik rapat dengan pimpinan, melalui pimpinan. Dan kita mengikuti penjadwalan pada rapat banmus. Dan memang itu sudah kita agendakan untuk disampaikan," kata Marwan, Kamis (16/6/2022).
Pada dasarnya, Pansus sudah siap menyampaikan rekomendasi tersebut di dalam rapat paripurna. Sebelumnya, kata dia, sudah ada penjadwalan penyampaian rekomendasi tersebut, cuma tertunda.
"Karena Insya Allah, Pansus sudah siap untuk menyampaikan laporan. Hanya saja ketika penjadwalan, adanya paripurna yang tidak bisa dilakukan, sehingga kita juga belum bisa menyampaikan. Tentu kita menunggu kapan lagi jadwal paripurna untuk hal tersebut. Dan kita akan sampaikan," kata dia.
Ditanya kepastian kapan jadwal tersebut, Marwan menyebut masih menunggu revisi jadwal. Pada agenda sebelumnya, rencana paripurna dikatakan Politisi Gerindra itu batal lantaran belum kuorum.
"Tentu kita menunggu undangan pimpinan, dalam rangka merevisi jadwal-jadwal. Karena harus direvisi jadwal itu. Nah ketika revisi kemarin, ternyata tidak bisa juga dilaksanakan. Karena mungkin banyaknya agenda lain yang sedang dilaksanakan, rapat tidak kuorum sehingga nggak bisa menjadwalkan," papar Marwan.
"Tentu kita menyesuaikan itu. Karena merevisi hak dan kewenangannya tentu berada di badan musyawarah," tambah Marwan.
Catatan CAKAPLAH.com, beberapa konflik lahan yang mencuat sebelum terbentuk pansus, di antaranya salah satu perusahaan dengan Masyarakat Adat Siberakun di Kecamatan Benai, Kuantan Tengah dan Kuantan Hilir Seberang, Kuantan Singingi.
Perusahaan itu diduga berulangkali memutus akses masyarakat. Aksi itu sempat menghentikan aktivitas masyarakat mencari nafkah, seperti menyadap karet, cari rumput dan beternak. Sebagian masyarakat terpaksa mencari jalur lain dengan jarak tempuh yang jauh.
Selain perusahaan di Kuantan Singingi itu, ada laporan yang masuk ke DPRD Riau adalah kasus kelompok tani yang tergabung dalam koperasi dengan perusahaan. Sejumlah anggota petani dan pengurus koperasi mendatangi gedung perwakilan rakyat daerah, itu 21 Oktober tahun lalu.
Konflik kemitraan perkebunan sawit di Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kampar itu berlangsung sejak kerjasama pada 2003. Anggota Pansus Konflik Lahan Masyarakat dengan Perusahaan DPRD Provinsi Riau Mardianto Manan menyebut Pansus sudah menyelesaikan rekomendasi untuk menyelesaikan masalah itu.
Ia menyebut, dalam penyelesaian persoalan itu ada tupoksi masing-masing. Ada eksekutif, legislatif dan yudikatif. Kata Mardianto, Yudikatif bagian catat mencatat timbang menimbang masalah persidangan. Eksekutif adalah eksekutor, pelaksana yang melakukan sebuah kegiatan.
"Lalu legislatif, legislasi pembuat peraturan dan pengaturan. Sepanjang mengusulkan pengaturan dalam bentuk kebijakan boleh-boleh saja, tapi mengeksekusi di lapangan, eksekutif yang kerjakan," kata Mardianto.
Hasil kerja Pansus selama lebih kurang enam bulan sejak terbentuk itu berbentuk rekomendasi. Rekomendasi itu nantinya yang akan dieksekusi oleh eksekutif, yakni pemerintah daerah.
"Sekarang pansus konflik lahan, yang kami keluarkan nantinya hanya rekomendasi-rekomendasi. Contohnya kasus tapal batas, HGU-nya harus dicopot, itu aja. Yang mencopot balik lagi ke pemerintah," kata Mardianto.
"17 rekomendasi tinggal dibacakan. Tinggal di paripurnakan, tinggal dibacakan," tambah dia.
Ditanya apa saja poin rekomendasi yang disusun Pansus, Ia menyebut salah satunya pencabutan Hak Guna Usaha atau HGU. Namun Ia tidak menjelaskan secara detail rekomendasi yang akan diparipurnakan itu.
"Mungkin lebih tentang administrasi, administrasi pemerintahan HGU yang tidak sesuai prosedur, lalu pembebasan lahan yang tidak tepat sasaran, lalu nanti tapal batas yang banyak ada yang salah juga. Dia punya izin di Sumatera Utara misalnya, tapi dia berkebun di Riau. Pencabutan izin ada direkomendasikan, disarankan agar HGU ini izinnya dicabut," paparnya.
Penulis | : | Delvi Adri |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Pemerintahan, Riau |