PEKANBARU (CAKAPLAH) - Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menyetujui penghentian penuntutan perkara tindak pidana penadahan dengan tersangka Roy Firman Zebua yang diajukan Kejaksaan Negeri (Kejari) Siak. Penghentian penuntutan perkara dilakukan melalui mekanisme Restorative Justice.
Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Bambang Heripurwanto, mengatakan penghentian penuntutan disampaikan langsung melalui video conference oleh Jaksa Agung melalui Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda (Oharda) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI Agnes Triani, Selasa pagi.
Ekspos dihadiri oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Dr S upardi, Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Riau Martinus, dan Kepala Seksi Oharda pada Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Riau Faiz Ahmed Illovi.
Bambang menjelaskan, penghentian penuntutan didasari perdamaian yang dilakukan tersangka dan korban. "Tersangka telah meminta maaf kepada korban dan korban sudah memberikan maaf kepada tersangka," kata Bambang.
Bambang menegaskan, tidak ada paksaan dalam proses perdamaian tersebut. Tersangka berjanji tidak mengulangi perbuatannya dan korban tidak ingin perkaranya dilanjutkan ke persidangan;
"Tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan perbuatan pidana. Tersangka juga berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya," ungkap Bambang.
Pertimbangan lain dalam penghentian penuntutan perkara ini adalah ancaman pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun. "Selanjutnya Kepala Kejaksaan Negeri Siak menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2)," ucap Bambang.
Bambang menjelaskan kronologis perkara yang menjerat tersangka Roy berawal dari tindak pidana penggelapan yang dilakukan M Faizal bersama Faisal (DPO) pada Senin, 17 Oktober 2022 di Jalan Lintas Minas-Perawang Km 4 Kampung Minas Timur Kecamatan Minas, Siak.
Saat itu, dua pelaku meminjam sepeda motor dari saksi Muhammad Fadlan Akasa untuk dijual kepada orang lain. Selanjutnya sepeda motor dimodifikasi, pelat nomor kendaraan dilepas, agar bisa dijual kepada orang lain.
Selanjutnya, M Faizal yang punya hubungan pertemanan dengan tersangka Roy menawarkan sepeda motor itu melalui media sosial Facebook dengan harga Rp1 juta. Alasan pelaku uang itu akan digunakan untuk ongkos pulang kampung ke Palembang.
Awalnya, tersangka Roy enggan membeli karena tidak punya uang. Namun karena dia juga butuh kendaraan untuk bekerja, akhirnya tersangka meminjam uang kepada orang tuanya.
Setelah mendapatkan uang dimaksud, tersangka Roy membayarkannya kepada M Faizal sebesar Rp700 ribu untuk pembelian tiket bus ke Palembang. Sisanya Rp300 ribu diserahkan ke M Faizal.
Tindakan itu membuat korban mengalami kerugian Rp9 juta. Tidak terima dengan hal itu, korban kemudian membuat laporan ke Polsek Tualang hingga akhirnya kasus ini terungkap dan motor miliknya kembali didapatkan.
"Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan Restoratif Justice telah memenuhi Pasal 5 Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor : 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran Jampidum Nomor : 01/E/EJP/02/2022 Tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai Perwujudan Kepastian Hukum," pungkas Bambang.