PEKANBARU (CAKAPLAH) - Mantan Ketua DPRD Riau Suparman hingga kini tak kunjung diaktifkan sebagai Bupati Rokan Hulu. Padahal Hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru sudah memvonisnya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus suap APBD Riau.
Menurut Ahli Hukum Tata Negara Dr Refly Harun, seharusnya Suparman sudah bisa diaktifkan kembali. Hal ini merujuk Pasal 84 Undang-undang No 23 tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah.
Dalam pasal 84 itu di antaranya disebutkan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat 1, setelah melalui proses peradilan ternyata terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan, paling lambat 30 hari terhitung sejak diterimanya pemberitahuan putusan pengadilan, Presiden mengaktifkan kembali gubernur dan/atau wakil gubernur yang bersangkutan, dan Menteri mengaktifkan kembali bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota yang bersangkutan.
“Penonaktifan Suparman itu kan merujuk pasal 83, karena tersangkut kasus dugaan pidana korupsi, maka ia pun dinonaktifkan kala itu, tapi jika kemudian dalam proses peradilannya tidak terbukti sebagaimana dituduhkan, maka rujukan lanjutannya adalah pasal 84, untuk mengaktifkannya kembali, ” ujar Refli.
Bagaimana setelah diaktifkan kembali, ternyata putusan Mahkamah Agung (MA) menyatakan Suparman bersalah, karena Jaksa KPK melakukan kasasi ke MA, disebutkan Rafli, merujuk pasal 84 ayat 2, pemerintah bisa memberhentikannya kembali.
“Tapi sekarang seharusnya diaktifkan dulu. Jika kemudian dari putusan putusan MA memang menghukum yang bersangkutan, itu kan bisa diberhentikan kembali, sebagaimana ketentuan Pasal 84 ayat 2 tersebut,” ujarnya.
Ditambahkan, dalam azas hukum itu ada istilahnya res judicata pro veritate habetur. Artinya
putusan hakim harus dianggap benar, sampai kebenaran itu ditinjau ulang oleh pengadilan lebih tinggi.
“Sekarang putusan hakimnya sudah ada dan manusianya sudah bebas, maka berikan hak dia sebagaimana mestinya,” ujar Refly seraya menyebutkan penafsiran undang-undang itu harus sistematik, yakni mengaitkan pasal yang satu dengan pasal lainnya.
Sebelumnya, Dirjen Otonomi Daerah, Kementerian Dalam Negeri, Sumarsono mengatakan, menurut pendapat Karo Hukum Kemendagri, pengaktifan Suparman masih menunggu adanya putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang diajukan oleh Jaksa KPK.
Penyataan ini dinilai kontradikfit dengan Undang-undang No 23 tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah.