(CAKAPLAH) - Riuh perbincangan Alih Kelola Wilayah Kerja (WK) Migas Rokan atau lebih dikenal dengan sebutan Blok Rokan yang akan berakhir pada 8 Agustus 2021, setidaknya sejak tahun 2017 tidak saja menjadi topik pembahasan yang seksi dan menarik perhatian di Riau namun sudah menjadi perhatian serius pemerintah pusat.
Tersebab Blok Rokan selama ini merupakan wilayah kerja migas terbesar di Indonesia, memiliki luas wilayah sekitar 6.453,60 km2 dengan 96 lapangan minyak mencakupi ladang migas di wilayah Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Siak, Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Kampar serta daerah penunjang operasi di Kota Pekanbaru dan Kota Dumai, yang menjadi andalan sekaligus penyumbang terbesar produksi migas nasional Indonesia.
Dari WK Migas Rokan setidak pernah berkontribusi sebesar 35% dari total produksi migas nasional, bahkan pernah pula mencatat rekor produksi dari sejak pertama kali berproduksi di tahun 1953 rata-rata sebesar 15.000 barel perhari dan melesat menjadi rata-rata 100.000 barel per hari, hingga memuncak pada Mei 1973 sebesar 1 juta barel per hari (bopd /barel oil per day).
Selama 95 tahun dikuasai oleh PT. Chevron Pacific Indonesia - yang nama awalnya N.V. Nederlandsche Pacific Petroleum Maatschappij (NPPM) yang merupakan perusahaan patungan Standard Oil Company of California / Socal dengan Texas Oil Company / Texaco, kemudian pada dekade 1970-an, NPPM berubah nama menjadi PT. Caltex Pacific Indonesia dan terakhir menjadi PT Chevron Pacific Indonesia (PT. CPI) sejak beroperasi mulai tahun 1924 telah menghasilkan tidak kurang dari 13 miliar barel minyak bumi.
Sayangnya prestasi gemilang produksi WK Migas Rokan terus menurun drastis pada lima tahun terakhir, apatah lagi 2 tahun disaat masa kontrak PT.CPI akan berakhir, dari laporan SKK Migas di tahun 2018 tercatat hanya sebesar rata-rata 210.000 barel per hari dan terakhir pada tahun Januari 2021 dilaporkan turun menjadi sebesar rata-rata 170.000 barel per hari.
Angka produksi WK Migas Rokan ini telah digeser oleh WK Migas Cepu (Blok Cepu) yang dikelola oleh Exxon Mobil Cepu Ltd (EMCL) yang pada 2 tahun tahun terakhir terus menunjukkan trend meningkat, dilaporkan sebesar rata-rata 216.000 barel per hari pada tahun 2019. Walaupun demikian, produksi minyak bumi dari WK Migas Rokan masih memberikan kontribusi sebesar 20% total produksi mugas nasional.
Adapun riuh perbincangan Alih Kelola WK Migas Rokan di Riau, tak kalah ramai, heboh dan hangat bahkan panas, di kedai kopi maupun di media sosial dan media massa. Terakhir dan yang paling hangat adalah polemik, silang pendapat dan saling dukung terkait dengan aksi yang dilakukan oleh LAM Riau yang mengklaim memiliki hak pada Alih Kelola WK Migas Rokan dengan mengusung BUMA (Badan Usaha Milik Adat).
Dari polemik yang berkembang, sebagian besar berpendapat tak patut dan tidak tepat jika LAM Riau secara langsung ikut mengelola bisnis di WK Migas Rokan, Padahal masih banyak persoalan-persoalan di Riau yang seharusnya disikapi secara tegas oleh LAM Riau, mulai dari berbagai konflik lahan yang berkepanjangan, persoalan praktik korupsi oleh oknum pemimpin dan birokrat di Riau yang sangat jauh dari adab dan adat Budaya Melayu Riau adat bersedi syara’, syara’ bersendi Kitabullah, maupun terakhir yang sedang hangat adanya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tentang larangan murid mengenakan seragam beratribut agama.
LAM Riau saat ini dinilai telah lari dari Khittah (tuntunan, pedoman, dan arah perjuangan), peran dan fungsi LAM Riau, sebagaimana telah digariskan dalam kesepakatan politis Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 1 Tahun 2012 tentang Lembaga Adat Melayu Riau.
Pendapat ini terutama dilontarkan para sesepuh dan tokoh Riau yang turut membidani pembentukan LAM Riau maupun pemuka masyarakat Riau lainnya. Jelas disebutkan pada konsideran menimbang Perda No. 1 Tahun 2012 tersebut bahwa pembentukan Lembaga Adat Melayu Riau adalah “dalam rangka membina, memelihara dan mengembangkan nilai-nilai adat dan nilai-nilai sosial budaya Melayu di Provinsi Riau”.
Lebih ditegaskan lagi pada angka 4 Pasal 1 Ketentuan Umum bahwa “Lembaga Adat Melayu Riau, selanjutnya disingkat LAM Riau adalah organisasi kemasyarakatan yang karena kesejarahan atau asal usulnya menegakkan hukum adat dan mendorong anggota-anggotanya untuk melakukan kegiatan pelestarian serta pengembangan adat budaya di Riau”. Namun pandangan beberapa sesepuh dan tokoh Riau yang kontra ini menurut pengurus LAM Riau “dianggap tidak progresif, bahkan dikatakan tak mengerti apa yang dimaksud dengan adat”.
Sempat diwacanakan BUMD Provinsi Riau akan turut berkompetisi untuk mengambil alih pengelolaan WK Migas Rokan dari penguasaan PT.CPI, bersaing dengan Pertamina dan beberapa perusahaan Migas Swasta Nasional, termasuk PT. CPI yang masih berminat mengelola WK Migas Rokan. Namun akhirnya pada 31 Juli 2018 pemerintah menetapkan keputusan strategis untuk mengembalikan WK Migas Rokan kepangkuan Republik dengan menunjuk PT. Pertamina (Persero) sebagai pengelola selama 20 tahun kedepan, ditindaklanjuti dengan penerbitan Keputusan Menteri ESDM RI Nomor : 1923K/10/MEM/2018 tanggal 6 Agustus 2018 tentang Persetujuan Pengelolaan dan Penetapan Bentuk dan Ketentuan-ketentuan Pokok Kontrak Kerjasama pada Wilayah Rokan. Pemerintah menilai proposal Pertamina lebih baik dibandingkan PT.CPI, baik dari sisi signature bonus, komitmen kerja pasti, potensi pendapatan negara, dan permintaan diskresi menteri (Menteri ESDM).
Untuk mendapatkan Blok Rokan, Pertamina menyodorkan bonus tanda tangan (signature bonus) secara cash sebesar US$ 784 juta atau sekitar Rp 11,3 triliun. Selain itu Pertamina mengajukan nilai Komitmen Kerja Pasti (KKP) 5 tahun pertama sebesar US$ 500 juta atau Rp 7,2 triliun dalam menjalankan aktivitas eksploitasi migas dengan potensi penerimaan negara 20 tahun kedepan sebesar Rp. 825 triliun. Pertamina wajib menyetorkan secara cash deposit kepada pemerintah KKP tahun pertama senilai US$ 50 juta atau 10 persen dari total KKP 5 tahun pertama. KKP merupakan investasi yang dilakukan oleh kontraktor berdasarkan komitmen yang disepakati untuk peningkatan cadangan dan produksi dalam periode 5 tahun pertama yang disetujui SKK Migas. KKP 5 tahun pertama yang diajukan Pertamina, tidak hanya akan digunakan untuk pengembangan WK Rokan, tetapi juga lapangan-lapangan lainnya yang belum dieksplorasi.
Penulis | : | Muhammad Herwan, Wasekjen FKPMR dan Pengurus DPP Apindo Riau |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Ekonomi, Peristiwa, Riau |