PEKANBARU (CAKAPLAH) - Sistem Build Operate Transfer (BOT) dalam pengelolaan Hotel Aryaduta antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau dan PT Lippo Karawaci masih menjadi tanda tanya. Sebab, pihak ketiga tersebut membayar dividen hanya Rp200 juta per tahun.
"Aryaduta itu sampai sekarang kan tidak jelas. Masa pembayaran cuma Rp200 juta setiap tahun?" kata Wakil Ketua Komisi III DPRD Riau Zulkifli Indra, Sabtu (15/7/2023).
Zulkifli mengaku mendapat kabar, Pemprov Riau hanya bisa pasrah menunggu kontrak dengan PT Lippo Karawaci habis yaitu pada tahun 2026 mendatang. Ia menyayangkan kerugian yang dialami Riau, namun Pemprov seolah hanya diam dan tak bisa berbuat apa-apa.
"Dia itu (kerjasama Pemprov Riau dengan PT Lippo Karawaci) kan BOT bukan saham. Jadi sistemnya bagi hasil," kata dia.
Lanjut dia, per tahun Pemprov Riau hanya dapat Rp200 juta. Ia menjelaskan, jumlah itu dihitung kalau perusahaan tersebut rugi, minimal setornya harus Rp200 juta.
"Berarti kalau dia setor Rp200 juta terus, dia rugi terus selama ini?" kata Zulkifli.
Selama ini, Hotel Aryaduta yang hanya menyetor deviden Rp200 juta tiap tahun. Dengan anggapan selalu rugi, Zulkifli Indra menyebut tidak wajar.
Mengingat hotel tersebut masih terus berjalan dan dengan perkiraan setiap bulannya dari ballroom tersebut Hotel Aryaduta bisa meraup keuntungan Rp30 miliar termasuk pajak.
Penulis | : | Delvi Adri |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Ekonomi, Pemerintahan, Riau |