PEKANBARU (CAKAPLAH) - Empat petinggi PT Fikasa Group divonis 14 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Selasa (30/3/2022) malam. Atas vonis hakim tersebut, penasehat hukum terdakwa langsung mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Pekanbaru.
Keempat terdakwa adalah Bhakti Salim alias Bhakti selaku Direktur Utama PT Wahana Bersama Nusantara (WBN) dan PT Tiara Global Propertindo (TGP), Agung Salim selaku Komisaris Utama PT WBN, Elly Salim selaku Direktur PT WBN dan Komisaris PT TGP serta Christian Salim selaku Direktur PT TGP.
Penasihat hukum terdakwa menilai vonis yang dibacakan majelis hakim yang diketuai Dahlan terhadap kliennya tidak tepat. Vonis hukuman 14 tahun tersebut sama persis dengan tuntutan yang diajukan oleh jaksa.
Penasehat hukum menyatakan keputusan banding dilakukan karena putusan hakim tidak memberikan keadilan kepada para terdakwa "Kami mengajukan banding," kata penasehat hukum terdakwa, Syafardi, ketika ditemui usai sidang.
Penasehat hukum meyakini kasus ini adalah murni perkara perdata.
"Kami dan klien kami yakin 100 persen bahwa perkara ini murni perdata," tambah Ade Palti Simamora, anggota tim penasihat hukum terdakwa.
Ade Palti menegaskan, putusan hakim tidak menimbang dan memahami dengan baik substansi perjanjian promissory note yang merupakan perjanjian perdata yang berlaku dan telah disepakati bersama antara kreditur debitur.
Dikatakan Ade Palti, atas dasar perjanjian dalam promissory note tersebut, para pelapor perkara ini telah menerima bunga uang sebagai penerimaan hasil dari perjanjian pokok promissory note.
Ade Palti menjelaskan, putusan hakim tidak menimbang secara utuh kalau promissory note adalah perjanjian yang telah disepakati bersama. Bagaimana sebuah perjanjian surat sanggup (promissory notes) dapat dikategorikan menyerupai simpanan.
"Apakah dunia bisnis di Indonesia yang mengeluarkan perjanjian surat sanggup (promissory notes) dianggap semuanya melanggar pasal 46 ayat 1 UU Perbankan dan harus dipidanakan? Apalagi sudah ada keputusan sebulan yang lalu oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas penerbitan promisorry notes PT Indosterling yang ditetapkam sebagai perkara perdata. Ditambah lagi terbukti adanya penerimaan bunga oleh pelapor. Hal ini menunjukkan keanehan dalam keputusan dari majelis hakim Pekanbaru. Ada apa di balik keputusan ini?" tegas Ade Palti.
Selain itu, tim penasihat hukum juga menilai perhitungan hakim dalam putusan soal jumlah uang pelapor sebesar Rp 84,9 miliar tidak tepat. Soalnya, menurut terdakwa jumlah uang pelapor hanya sebesar Rp 80 miliar, berdasarkan pencatatan dana yang dibuktikan oleh terdakwa melalui penasihat hukum.
"Jumlah uang pelapor dalam putusan hakim tidak diperhitungkan dengan baik," kata Ade Palti.
Ia juga menjelaskan soal dilakukannya penggabungan perkara perdata dengan pidana sesuai pasal 98-101 KUHPidana yang tidak dilaksanakan sesuai kaidah hukum yang berlaku. Padahal saksi pelapor telah mendaftarkan diri untuk ikut dalam perjanjian perdamaian homologasi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hal ini menurut Ade Palti, menunjukkan ketidakmampuan majelis hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru untuk mengetahui permasalahan perkara perdata ini.
"Apakah keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akan diabaikan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru? " ujar Ade Palti lagi.
Selain itu, Ade Palti menilai jumlah ganti rugi melebihi yang dituntut para pelapor, seakan memperlihatkan adanya keanehan dalam keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru.
"Putusan majelis hakim tersebut akan menjadi preseden buruk dalam dunia bisnis di Indonesia. Kasus ini akan mengguncang dunia bisnis. Ketika perkara perdata dipaksakan ke ranah hukum pidana," kata Ade Palti.
Ia menjelaskan kalau kliennya tidak akan berputus asa atas putusan hakim tersebut. Segala upaya hukum akan dilakukan untuk mendapatkan keadilan yang hakiki.
"Kami akan terus memperjuangkan hak hukum klien kami dari kriminalisasi perkara perdata yang telah terjadi. Padahal, klien kami telah menempuh upaya perdamaian (homologasi) berdasarkan putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada tahun 2020 lalu," pungkas Ade Palti.
Penulis | : | Ck2 |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Hukum, Kota Pekanbaru |