
![]() |
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Riau, Dian Anugrah, mengungkap ketakutannya ketika memeriksa laporan keuangan dari organisasi perangkat daerah (OPD) di Kabupaten Kepulauan Meranti. Saking takutnya, Dian sampai menangis.
Hal itu diungkapkan Dian ketika jadi saksi kasus suap dengan terdakwa Bupati Kepulauan Meranti nonaktif, Muhammad Adil, dan Ketua Tim Auditor BPK Riau, M Fahmi Aressa saat persidangan di Pengadilan Tindak (Tipikor) di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Kamis (12/10/2023) petang. Kali ini M Adil dan Fahmi Aressa mengikuti sidang tahap muka.
Diketahui, M Adil memberi suap kepada Fahmi Aressa sebesar Rp1 miliar agar laporan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti dapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Dian menyebut, diminta oleh Fahmi Aressa untuk mengurangi hasil temuan di OPD saat melakukan pemeriksaan terkait pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Ketika itu ada temuan di empat OPD, di antaranya Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dan Dinas PUPR Kepulauan Meranti.
Fahmi Aressa juga meminta menghapus beberapa nama dalam perjalanan dinas. "Ada beberapa nama di BPKAD (Kepulauan Meranti, red) disuruh hapus, alasannya SPPD ke Pekanbaru untuk keperluan ke BPK, jadi hapus saja," kata Dian di hadapan majelis hakim yang diketuai M Arif Nuryanta.
Dian mengakui perbuatan menghapus nama di hasil audit yang dilakukannya merupakan tindakan yang salah. "Sebenarnya tidak boleh setahu aku (menghapus)," tutur Dian.
Dian menyebut tak berani bertanya lebih jauh tentang alasan mengapa temuan dihapus. "Ya itu instruksi ketua tim, saya merasa takut kalau meragukan," kata Dian.
Dian menyatakan, dirinya terpaksa mengikuti kemauan Fahmi Aressa yang merupakan ketua tim pemeriksa. Di sisi lain, dirinya merasa takut dan bingung kalau tindakannya akan berimbas pada hal yang tidak baik bagi dirinya.
Beberapa saat, Dian terdiam, Kemudian, dia meminta izin kepada majelis hakim untuk menyampaikan sesuatu.
"Boleh sampaikan Yang Mulia? Ada instruksi dari Bang Fahmi. Aku bingung. Aku nangis di kamar. Aku cerita sama ibuku. Saya tahu itu salah, saya takut," jelas Dian sambil menangis.
Sambil terisak Dian bercerita kalau tindakannya itu menjadi beban bagi dirinya. Apalagi selama bertugas, baru kali ini dirinya diperintahkan untuk menghapus temuan.
Tidak tahan, dia akhirnya juga menceritakan kegundahannya itu pada teman satu timnya, Ayu Diah Ramadani. "Saya cerita ke Ayu teman satu tim. Baru kali ini dapat instruksi seperti ini," tutur Dian.
Dian juga mengungkapkan adanya pemberian oleh-oleh dan speaker dari staf BPKAD Kepulauan Meranti, Dita Anggoro. Speaker itu merek JBL yang harganya mencapai hampir Rp1 juta.
"Saat kita pulang, 4 April. Kita diantar ke Pekanbaru. Sampai di mess BPK. Kita sempat dikasih speaker JBL. Masing-masing anggota tim dikasih oleh Dita Anggoro," tutur Dian.
JPU mempertanyakan apakah ada permintaan hingga diberi speaker dan lainnya. "Tidak ada. Saat kita sampai di mess, kita angkat-angkat tas. Terus ada tas lain, tanya itu tas siapa. Dita Anggoro bilang, oh itu tas saya. Sini saya buka. Dikeluarkan speaker," papar Dian.
Setelah menerima speaker itu, Dian tidak tenang, dan berniat untuk mengembalikannya. Dia berembuk dengan tiga temannya yang juga menerima speaker.
"Kita berempat sepakat, kembalikan aja deh. Ada staf (BPKAD Kepulauan Meranti) yang tinggal di Pekanbaru. Kami chat-chat untuk kembalikan, ke Afdal," kata Dian.
Pengembalian speaker itu diberitahukan Dian ke Fahmi Aressa. "Kenapa dikembalikan itu kan silaturahmi aja, pertemanan dari BPKAD," kata Dian mengulangi ucapan Fahmi Aressa pada dirinya saat itu.
Pada sidang kali ini, selain Dian, JPU juga menghadirkan saksi Ruslan Effendi selaku Kepala Subditorat Riau II atau Penanggung Jawab BPK Riau, Odipong Sep selaku Pengendali Teknis BPK Riau, Naldo Jauhari Pratama, Adel Basri dan Ayu Diah Ramadani selaku Pemeriksa BPK Riau.
Untuk diketahui, JPU mendakwa M Adil dengan tiga dakwaan tindak pidana korupsi. Perbuatan itu dilakukan bersama-sama Fitria Nengsih selaku Kepala BPKAD Kepulauan Meranti dan auditor BPK Perwakilan Riau M Fahmi Aressa.
Dakwaan pertama tetang pemotongan sebesar 10 persen setiap pembayaran UP dan GU kepada kepala OPD di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti. Total yang diterima terdakwa sebesar Rp17.280.222.003,8.
Dakwaan kedua, M Adil menerima suap dari Fitria Nengsih selaku kepala perwakilan PT Tanur Muthmainnah Tour (TMT) di Kepulauan Meranti sebesar Rp 750 juta. PT TMT merupakan perusahaan travel haji dan umrah yang memberangkatkan jemaah umrah program Pemkab Kepulauan Meranti.
Dakwaan ketiga, M Adil dan Fitria Nengsih pada Januari hingga April 2023, memberikan suap kepada auditor BPK Perwakilan Riau M Fahmi Aressa sebesar Rp1 miliar. Uang itu untuk pengondisian penilaian laporan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti agar mendapatkan opini WTP.
Atas perbuatannya itu, JPU menjerat M Adil dengan pasal berlapis. Yakni dakwaan pertama diancam pidana Pasal 12 huruf 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP junctho Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dakwaan kedua, diancam pidana dengan Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999.
Dan atau, Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999.
Dakwaan ketiga, diancam pidana Pasal 5 ayat (1) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 junctho Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP junctho Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dan atau kedua, diancam pidana Pasal 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 junctho Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP junctho Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara terdakwa Fahmi Aressa, dijerat Pasal penerima suap, yaitu Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penulis | : | CK2 |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Hukum, Kabupaten Kepulauan Meranti |










































01
02
03
04
05




