PEKANBARU (CAKAPLAH) - Bupati Kepulauan Meranti, H Irwan Nasir, dihadirkan ke persidangan kasus dugaan korupsi dana hibah untuk Yayasan Meranti Bangkit di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Senin (30/1/2017). Dia menjawab banyak tidak tahu terkait yayasan dan pencairan dana hibah ke yayasan tersebut.
Selain Irwan, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Roy dan kawan-kawan juga menghadirkan mantan Ketua DPRD Meranti,Hafizoh, dan mantan anggota DPRD, Falzan Suharman. Mereka juga banyak menjawab pertanyaan hakim dengan tidak tahu.
"Ini (yayasan) seperti drakula. Menghisap darah saja tapi tak tampak bekasnya," ujar Ketua Majelis Hakim, Marsudin Nainggolan, di hadapan para saksi.
Dalam persidangan dengan terdakwa Prof Dr Yohanes Umar selaku Ketua Pembina Yayasan Meranti Bangkit dan Nazaruddin selaku Ketua Yayasan itu, ketiga saksi dimintai keterangan seputar pencairan dana hibah ke yayasan untuk pendirian Universitas Kepulauan Meranti.
Irwan dalam keterangannya mengetahui adanya pengajuan proposal dari Yayasan Meranti Bangkit. Namun sejauh ini, dia mengaku belum melihat akta yayasan tersebut.
Menurut Irwan dirinya pernah dimintai pendapat dari tokoh masyarakat tentang pentingnya ada universitas di Meranti. Ia juga diminta support dalam hal anggaran. "Sesuai prosedur, mengajukan permohonan," kata Irwan.
Selaku Pembina Yayasan Meranti Bangkit, ia mengaku tidak pernah ikut rapat hingga tidak tahu menahu apakah yayasan tersebut memenuhi syarat atau tidak. Ia hanya mendapat laporan dari Yohanes Umar dan beberapa tokoh masyarakat.
"Apakah bupati membuat disposisi jumlah dana hibah Rp800 juta?" tanya hakim. Hal itu dijawab dilakukan tim pembentukan universitas sesuai kemampuan anggaran dan kepatutannya.
Setiap pengajuan proposal, kata Irwan, dirinya tak mungkin mencek satu persatu. "Kalau begitu bisa habis uang daerah kalau tidak dikoreksi," tegas hakim.
Sementara itu, saksi Falzan selaku pengurus yayasan juga mengaku belum pernah terima SK. Ia baru tahu ada masalah di yayasan tersebut setelah dipanggil penyidik.
Dijelaskannya, dirinya pernah dimintai KTP oleh H Kadir. "Katanya akan bangun universitas," ucapnya.
Saksi menyatakan tidak kompeten dalam hal pendidikan. Namun, belakangan dirinya mengetahui kalau namanya dimasukkan ke jajaran pengurus."Tidak pernah menerima honor, dan undangan rapat. Ada dengar dapat aktual Rp800 juta," tambahnya.
Mendengar jawaban saksi hakim heran. "Kok bisa tidak tahu, saksi selaku anggota dewan, tokoh masyarakat, kotanya kecil," kata hakim.
Selanjutnya, saksi Hafizon, mengaku dirinya juga diminta jadi pengurus yayasan dan dimintai KTP. Dirinya baru tahu ada bantuan setelah audit BPK.
"Tidak ada dibahas di Banggar? Tidak masuk akal Sekwan dan ketua dewan tidak tahu anggaran. Padahal itu aspirasi masyarakat daerah berlomba lomba mendirikan universitas dalam rangka peningkatan SDM. Kebangetan kalau anggota dewan ketua dewan tidak tahu. Berarti dewan tidak mendukung hingga tak jadi ada universitas di Meranti" heran hakim.
Perbuatan kedua terdakwa itu terjadi tahun 2011 lalu, saat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Meranti, mengalokasikan dana untuk pembagunan UKM sebesar Rp1,2 miliar.
Dana yang dialokasikan diduga telah diselewengkan untuk kepentingan pribadi kedua terdakwa. Akibatnya terjadi kerugian sebesar Rp300 juta.
Kedua terdakwa dijerat Pasal 2 jo Pasal 3, Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun penjara.
Penulis | : | Ck5 |
Editor | : | Bhimo |
Kategori | : | Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, Hukum |