Ir Aris Aruna
|
(CAKAPLAH) - Pusat Studi Pengembangan dan Peningkatan Produksi Minyak Bumi PSP3MB) FT UIR dan Partnernya siap diberdayakan untuk menjadi Team Monitoring Peningkatan Kinerja (Ekplorasi, Pemboran, Produksi dan EOR) Pada Wilayah Kerja (WK) Migas di Indonesia.
Siap mendampingi BUMD Migas dalam mereview setiap rencana kegiatan, pelaksanaan, sampai detail kegiatan dengan harapan dapat menjadi penggerak tambahan untuk mendapatkan Produksi melebihi target WP&B yang telah di sampaikan kerena membuat operasi lebih efisiensi serta budaya kerja selama terbentuk.
Sebagaimana kita ketahui pemerintah pusat sebagai pemilik wilayah-wilayah kerja Migas sesuai mandat Undang-Undang Dasar 1945, pada pasal 33 ayat 3, yang berbunyi bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat dan pemerintah pusat juga telah menerbitkan aturan Dana Bagi Hasil ( DBH ) Migas dan Permen No.37 tahun 2016 tentang PI 10% agar daerah penghasil Migas dapat memanfaatkan ini untuk percepatan pemerataan pembangunan yang berkelanjutan serta sebagai percepatan penggerak ekonomi pada daerah-daerah penghasil Migas sampai pada kabupaten kota yang wilayahnya terdapat lapangan-lapangan produksi Migas.
Dalam metoda pemanfaatannya untuk PI 10% dan DBH Pemerintah pusat mengaturnya dengan cara yang berbeda dalam implementasinya.
PI 10% itu berbeda dalam implementasinya dengan DBH
DBH adalah pendapatan Migas bagian negara yang dibagi kepada daerah penghasil untuk dipakai pada APBD dalam meningkatkan pembangunan tahun berjalan, sehingga uangnya masuk ke kantong pendapatan daerah serta penentuannya berdasarkan posisi well head (kepala sumur) produksi yang masuk wilayah masing-masing kabupaten kota.
Sedangkan PI 10% adalah kesempatan daerah untuk turut berusaha dalam industri migas yaitu berupa penyerahan saham 10% tanpa harus dibeli secara B to B. Sehingga saham tersebut disampaikan kepada BUMD yang ditunjuk Gubernur, kemudian gubernur membagi lagi kepada beberapa BUMD tingkat kabupaten kota yang wilayahnya terdapat lapangan produksi Migas.
Penentuan besarnya masing-masing kabupaten kota diatur berdasarkan lamparan besarnya kandungan reservoir masing-masing daerah.
Dana yang diperoleh dari hasil PI 10% ini akan diterima BUMD diperuntukan menjadi modal BUMD bergerak dalam bisnis di industri migas (bukan dipakai langsung oleh Pemda), dan setelah berjalan, barulah keuntungan BUMD tersebut menjadi pendapatan bagi BUMD. Maka secara jangka panjang barulah Pemda menerima pendapatan dari hasil kerja BUMD tersebut, setelah BUMD tersebut maju bergerak dalam industri migas.
Maka pihak kementrian harus memastikan:
1. BUMD penerima PI 10% yang ditunjuk oleh Gubernur sebagai kepala daerah Provinsi dan BUMD tersebut ada dan benar bergerak di bidang migas dengan pengurus dan kegiatannya yang profesional.
2. Kepala daerah kabupaten kota menunjuk BUMD sebagai pengelola PI 10% dengan porsi masing-masing daerah kabupaten kota yang wilayahnya ada lapangan Migas disesuaikan dengan lamparan reservoirnya, sehingga harus ada kajian GGR oleh profesional yang mendapatkan data akurat dari pihak perusahaan operator (KKS) terlebih dahulu.
3. Persyaratan lain adalah administrasi biasa sebagai bentuk portofolio perusahaan seperti pajak, izin usaha, proses penentuan BUMD di DPRD yang mengikuti aturan dan lain-lainnya.
Sebagaimana diketahui bisnis sebagai perusahaan operator (KKS) di wilayah kerja Migas adalah bisnis dengan padat modal, resiko tinggi, padat sumber daya manusia (SDM)terampil, padat technology tinggi terhadap lapangan-lapangan minyak yang sudah tua dan perlukan melakukan EOR untuk mempertahankan serta meningkatkan produksi.
Untuk memanage resiko tinggi tersebut, biasanya perusahaan operator melakukan pola sharing resiko dengan perusahaan lain yang memiliki pengalaman sesuai bidangnya, memiliki SDM terampil dengan jenjang karir yang jelas (Career Path) dan berpengalaman, untuk memberikan pekerjaan-pekerjaan yang berisiko tinggi dan bukan bisnis utama mereka dalam bentuk Kerja Sama Operasi ( KSO ) tanpa menggangu bisnis existing mereka, seperti dalam melakukan Drilling Explorasi, EOR, Penerapan Technology baru, pengembangan lapangan untuk sumur-sumur baru serta melakukan optimalisasi untuk semua facilities oleh provider technology company agar tercipta operasi yang murah (low cost) dan high performance.
Maka atas dasar ini semua, para top Management perusahaan operator (KKS) yang belum memiliki kekuatan penuh baik dari sisi finance, SDM terampil dan seterusnya harus berani mengambil pola-pola sharing resiko dengan KSO kepada pemegang saham perusahaan mereka masing-masing.
Sudah banyak sekali terjadi pada perusahaan-perusahaan operator (KKS) yang terlambat mengambil keputusan untuk melakukan sharing resiko dengan pola KSO, sehingga mengalami kebangkrutan dan wilayah kerja (WK) diambil kembali oleh pemerintah pusat dan diberikan kepada korporasi besar yang bidangnya perusahaan operator Migas dan siap dengan resiko tingginya.
Biasanya perusahaan korporasi besar itu berani mengambil wilayah kerja (WK) tersebut sebagai penguat saham mereka di bursa saham Nasional dan Internasional bagi perusahaan mereka yang sudah go publik (Tbk) untuk mendapatkan modal yang besar kembali untuk pengembangan korporasi mereka.
Demikianlah tulisan ini dibuat sebagai bahan masukan dalam membuat keputusan bagi para pemegang saham, sebelum terlambat karena bisnis perusahaan operator Migas ini memang penuh dengan resiko tinggi tapi akan menjadi happy begitu harga minyak bumi melambung tinggi tapi semua ini sulit diprediksi (unpredictable) tetapi selalu terjadi.**
Penulis | : | Ir Aris Aruna, Pratisi Migas |
Editor | : | Delvi Adri |
Kategori | : | Cakap Rakyat |