PEKANBARU (CAKAPLAH) - Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Provinsi Riau tetap akan memberi perlindungan terduga pelaku perundungan (bully) disertai dengan kekerasan yang terjadi di salah satu SMPN di Kecamatan Tenayan Raya Pekanbaru, beberapa waktu lalu.
"Kami akan tetap memberikan perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum baik pelaku dan anak korban kekerasan. Perlindungan khusus merupakan kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah Pusat, Pemda, dan lembaga lainnya," Cakap Ketua LPAI Riau, Ester Sabtu (23/11/2019).
Lanjut Ester, karena pihak keluarga korban menolak Diversi atau pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
Namun lanjut Ester, Diversi sebatas wajib diupayakan. Faktanya, keluarga korban menolak diversi dan keluarga korban ingin proses hukum pidana dijalankan.
Merujuk pada Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), diversi tidak bisa dilakukan karena terduga pelaku sudah berusia di atas 12 tahun dan sudah berulang kali melakukan tindakan perundungan.
"Jadi kita upayakan dengan hukuman sesuai UUD Perlindungan Anak pasal 59 junto pasal 69 no 35 thn 2014," tukasnya.
Sebelumnya, ibu korban tersebut tidak terima perlakuan yang menimpa anaknya. Ia tidak mau masalah tersebut diselesaikan dengan damai.
"Kalau pelaku ngajak damai, bisa nggak dia mengembalikan anak saya seperti semula? Tidak kan. Ya sudah saya tidak mau damai. Dibayar berapapun saya nggak mau. Karena anak saya cacat lo. Saya nggak tahu apa efek dari pemukulan kepala belakang ini lima tahun ke depan seperti apa. Saya berharap pelaku dikeluarkan dari sekolah, dihukum juga, saya ngak tahu hukum apa ya dibinalah," ujarnya.
Sementara itu Kasat Reskrim Polresta Pekanbaru, AKP Awaluddin Syam ketika dikonfirmasi membenarkan bahwa proses hukum tetap dilanjutkan karena tidak mencapai kesepakatan damai.
"Kasusnya lanjut, karena tidak ada titik temu pada mediasinya. Proses sidik tetap berjalan, sejauh ini sudah banyak yang kita periksa, kurang lebih sepuluh orang," ungkapnya.