Muspidauan
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Jaksa penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau kembali melayangkan panggilan terhadap Abdullah Sulaiman, tersangka dugaan korupsi dana hibah di Universitas Islam Riau (UIR). Eks Pembantu Rektor IV ini diminta kooperatif dan hadir untuk diperiksa, Kamis (3/10/2019).
Pemanggilan terhadap Abdullah Sulaiman dalam status tersangka adalah yang kedua. Sebelumnya, dia tidak memenuhi panggilan jaksa penyidik untuk memberikan keterangan terkait bantuan dana hibah penelitian yang diterima UIR dari Pemprov Riau.
Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Riau, Muspidauan, menyebutkan, Abdullah Sulaiman dipanggil pada pekan lalu. "Panggilan pertama AS tidak datang karena sakit," kata Muspidauan, Rabu (2/10/2019).
Keterangan Abdullah Sulaiman sebagai tersangka dibutuhkan untuk mempercepat penyelesaian berkas perkara. "Kami layangkan lagi panggilan terhadap AS untuk diperiksa besok (Kamis)," ucap Muspidauan.
Muspidauan meminta Abdullah Sulaiman datang memenuhi panggilan. Kalau tidak diindahkan, tersangka terancam akan dijemput paksa. "Kalau tidak datang juga dipanggilan ketiga, penyidik akan menentukan sikap (jemput paksa)," tutur Muspidauan.
Informasi yang didapat pihak kejaksaan, Abdullah Sulaiman menderita penyakit jantung. Saat ini dia sedang berada di Jakarta untuk berobat.
Korupsi bantuan dana hibah tahun 2011 hingga 2012 terjadi ketika pihak UIR mengadakan penilitian bersama Institut Alam dan Tamandun Melayu Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM).
Lantaran tidak memiliki dana, UIR kemudian mengajukan bantuan dana ke Pemprov Riau dan mendapat dana Rp2,8 miliar yang bersumber dari APBD Provinsi Riau tahun 2011-2012. Penelitian itu dilaksanakan dan berjalan dengan lancar.
Dalam laporannya, terjadi penyimpangan bantuan dana tersebut. Ditemukan beberapa item penelitian yang sengaja di-mark up. Emrizal dan Said Fhazli, membuat laporan dan bukti pertanggungjawaban fiktif atas kegiatan yang direncanakan.
Emrizal mencairkan anggaran dan meminta terdakwa Said Fhazli membuat laporan pertanggungjawaban (LPj) kegiatan dengan mencari bukti-bukti penggunaan kegiatan, seolah-olah kegiatan telah dilaksanakan. Hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Riau ditemukan kerugian negara Rp1,5 miliar.
Perkara ini kemudian dilanjutkan kembali oleh Kejati Riau pada awal 2019. Setelah melalui penyelidikan dan penyidikan, akhirnya penyidik menetapkan Abdullah Sulaiman sebagai tersangka baru pada akhir Juni 2019.
Pada persidangan terhadap Emrizal dan Said Fhazli, terungkap Abdullah Sulaiman pernah memalsukan tanda tangan Zulhayati Lubis alias Atiek selaku General Manager (GM) Hotel Pangeran Pekanbaru dalam kwitansi nomor kas 1 April 2012, senilai Rp 16.585.000.
Munculnya nama Hotel Pangeran dalam perkara itu bermula dari perjanjian antara pihak panitia penelitian UIR dengan Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM). Atas hal itu, Abdullah Sulaiman mengakuinya dan menyampaikan permintaan maaf yang tertuang dalam surat pernyataan yang diteken Abdullah Sulaiman, tertanggal 29 November 2013.
Dalam kontrak pertama, dinyatakan kalau pihak Hotel Pangeran akan menyiapkan kamar dan sejumlah akomodasi lainnya untuk keperluan penelian senilai, selama 2 hari dan menginap selama 3 malam senilai Rp 16.585.000.
Beberapa hari berselang, Abdullah Sulaiman selaku ketua tim penelitian mendatangani Sales Manager Hotel Pangeran Lidya. Saat itu, Abdullah Sulaiman menyatakan adanya revisi kegiatan, di mana acaranya yang akan digelar itu, hanya satu hari dan menginap selama tiga malam. Dari kontrak pertama dengan revisi perjanjian terdapat selisih biaya sekitar Rp4 jutaan.
Belakangan diketahui, kalau Abdullah Sulaiman tetap memasukkan angka Rp16.585.000 di dalam laporan pertanggungjawaban (LPJ) kegiatan. Buktinya, kwitansi yang ditandatangani Atiek Lubis dipalsukannya.