ilustrasi
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Penyidik Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Pekanbaru masih merampungkan berkas perkara tersangka dugaan korupsi pembangunan gedung pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Riau (Unri).
"Masih proses. Penyidikan masih berjalan," ujar Kepala Satuan Reskrim Polresta Pekanbaru, Kompol Awaluddin Syam, Senin (18/5/2020).
Dalam kasus ini, masih ada satu tersangka yang belum diadili berinisial EG, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN). Di proyek pembangunan gedung pascasarjana, dia bertindak sebagai anggota Kelompok Kerja (Pokja).
Awaluddin menyebutkan, untuk melengkapi berkas EG, penyidik telah memeriksa ahli dari Universitas Brawijaya, Malang, Provinsi Jawa Timur. "Kita berangkat ke Malang ambil keterangan saksi," kata Awaluddin.
Pemeriksaan saksi ahli itu untuk mendukung keterangan tiga saksi ahli sebelumnya. Hal itu dilakukan berdasarkan hasil gelar perkara di Polda Riau, dan diminta untuk menambah saksi ahli lainnya.
"Berdasarkan rekomendasi gelar perkara, kita periksa saksi ahli di Jawa Timur. Diminta dari Brawijaya, kita sudah tiga kali ke Malang, pertama berkordinasi dan kedua ambil keterangan lidik, tiga sidik," jelas Awaluddin.
Untuk diketahui, penyidik menemukan kendala dalam melengkapi berkas perkara tersangka EG. Kendala yang dimaksud yakni terkait tanda tangan tersangka dalam sejumlah dokumen pembangunan gedung pascasarjana Fisipol Unri yang dinyatakan non identik oleh Labfor Polda Sumut.
Dalam perkara ini, ada 4 tersangka lainnya. Mereka adalah DR Zulfikar Jauhari dan Beni Johan. Zulfikar seseorang bergelar doktor itu, diketahui merupakan ASN sekaligus dosen di universitas negeri tersebut. Sedangkan Beni, diketahui merupakan pihak swasta, yang menjadi konsultan pengawas dalam pembangunan gedung bermasalah tersebut.
Tersangka lainnya adalah mantan Pembantu Dekan (PD) II, Heri Suryadi dan pihak kontraktor, Riswandi. Keempatnya telah diadili dan divonis oleh majelis hakim beberapa waktu lalu.
Dugaan penyimpangan pada proyek pembangunan gedung Fisip UR tahun 2012 lalu, terlihat dari awal pelaksanaan proses lelang pada 2012 silam. Saat itu, proses lelang diketahui gagal hingga 2 kali.
Akibatnya, panitia lelang melakukan penunjukkan langsung untuk menentukan pelaksana kegiatan. Pengerjaan kegiatan ini diketahui berasal dari anggaran APBN tahun 2012 silam dengan nilai sekitar Rp9 Miliar.
Sejatinya, yang boleh mengerjakan proyek tersebut adalah peserta lelang yang telah mendaftar karena dalam pendaftaran, peserta pastinya membuat surat keterangan penyanggupan. Namun, oleh panitia lelang dipilihlah rekanan yang sama sekali tidak mendaftar.
Diduga proses penunjukkan tersebut dilakukan oleh panitia lelang bersama seorang oknum yang tak lain merupakan Ketua Tim Teknis kegiatan tersebut. Diduga kontrak kerja ditandatangani oleh direktur rekanan yang diduga dipalsukan.
Dalam pengerjaannya, pada akhir Desember 2012 tidak selesai, hanya rampung sekitar 60 persen. Kendati demikian anggaran tetap dicairkan 100 persen. Disinyalir ada kongkalikong antara tim teknis yang menyatakan jika pengerjaan kegiatan sudah 100 persen rampung.