Pekanbaru (CAKAPLAH) - Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Provinsi Riau mendatangi Komisi I DPRD Riau. Mereka mempersoalkan Indra Satria Lubis yang diberi jabatan di Pemprov Riau meski yang bersangkutan merupakan mantan nara pidana.
"Bagaimana mungkin mantan narapidana bisa jadi pejabat. Bagi kami mahasiswa, ini merusak legitimasi," kata Perwakilan Mahasiswa, Defriandi Nugroho, Senin (28/9/2020).
Terkait hal itu Ketua Komisi I DPRD Riau, Ade Agus Hartanto menyambut baik adanya aduan dari mahasiswa tersebut.
"Kita sambut baik adanya aduan dari mahasiswa ini, bahwa ada salah satu pejabat Eselon III di Pemprov yang merupakan mantan narapidana karena kasus penipuan, sudah menjalani hukuman. Namun, bukannya dipecat posisinya sebagai ASN, tapi dilantik jadi pejabat. Ini mencoreng nama baik Pemprov Riau," tegas Ade Agus.
Ade Agus meminta agar yang bersangkutan agar segera dipecat dan diberhentikan dari jabatannya saat ini karena hal tersebut berkaitan langsung dengan kepercayaan publik terhadap Gubernur Riau.
"Tak dibenarkan itu, kalau ada aturan yang dibenarkan bahwa orang yang sudah disanksi diatas dua tahun bisa menjabat jabatan tertentu. Apalagi secara etika. Mau dia keluarga siapapun itu tak boleh," cakapnya lagi.
Lebih lanjut, Ade Agus mengatakan, bahwa hari ini juga pihaknya akan menyampaikan aduan mahasiswa tersebut kepada Gubernur Riau. Apabila tak digubris, dalam pekan depan akan dilaporkan ke KASN.
Sementara itu, diangkatnya Indra Satria Lubis sebagai Kabid Perlindungan Konsumen pada Dinas Perindustrian dan Perdangangan Koperasi (Disperindag) Provinsi Riau juga mendapat sorotan dari akademisi Universitas Lancang Kuning.
Dalam Diskusi Publik Aliansi Mahasiswa dan Pemuda se-Riau dengan tema membongkar aliran dana APBD dalam penanganan Covid-19 digelar pada Sabtu (26/9/2020), Dr HM Yusuf Daeng, akademisi Unilak yang hadir sebagai narasumber mengatakan bahwa seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) jika divonis bersalah oleh majelis hakim dalam jangka dua tahun secara otomatis harus dipecat.
"Kalau dia akan duduk lagi, itu persoalan etika. Dalam hukum ada nilai kepatutan. Persoalan duduk tak duduk adalah persoalan politis, tapi ini lebih kepada persoalan patut dan tidak patut," kata Yusuf Daeng.
Yusuf Daeng menjelaskan, di dalam undang-undang berlaku, tidak disebutkan kalau seorang ASN yang sudah tersandung masalah hukum dilarang duduk menjadi pejabat.
"Layak tidak layak orang itu duduk didalam undang-undang tidak ada mengatakan orang itu tidak boleh duduk, sampai hari ini tidak ada. Persoalan duduk tak duduk adalah persoalan politis, persoalan dasar hukum tidak ada dasar hukum tetapi persoalan etika patut tidak patut itu yang menjadi persoalan," tegasnya.
Penulis | : | Satria Yonela Putra/CK2 |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Pemerintahan, Hukum, Riau |