Gedung Kejati Riau jalan Sudirman Pekanbaru
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Penasehat Hukum Yan Prana Jaya Indra Rasyid menilai alat bukti yang dibawa jaksa dalam persidangan dugaan korupsi anggaran rutin di Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Siak direkayasa. Alat bukti itu disebut tidak orisinil dan harus ditolak.
Alat bukti itu adalah data rekapitulasi laporan perjalanan dinas pegawai Bappeda Siak tahun 2013-2015. Hasil rekapan itu diserahkan ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tapi tanpa mencantumkan pemotongan 10 persen.
Oleh penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Donna Fitria dan Ade Kusendang selaku bendahara pengeluaran di Bappeda ketika itu, diminta untuk membuat rekapan serupa. Namun, dengan menambahkan pemotongan 10 persen dana perjalanan dinas.
Donna ketika jadi saksi di persidangan, mengatakan rekapan itu ada setiap tahun. Donna mengaku membuat kembali catatan pemotongan perjalanan dinas setelah adanya penyidikan dari pihak kejaksaan. Rekapan itu berdasarkan catatan yang di komputer.
Penasehat hukum (PH) terdakwa, Alhendri Tanjung, menyatakan keberatan kalau rekapan itu disertakan sebagai alat bukti di pengadilan karena dinilai tidak orisinil. "Data-data yang tidak resmi, tidak orisinil, sepatutnya tidak bisa menjadi dalil untuk membuat orang masuk penjara," ujar dia.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru yang diketuai Lilin Herlina meminta tim penasehat hukum menyampaikan keberatannya dalam pembelaan atau pledoi. "Silahkan sampaikan dalam keberatan," kata Lilin.
Menanggapi keberatan penasehat hukum hal itu, Asisten Intelijen Kejati Riau, Raharjo Budi Kisnanto, menyatakan, yang berhak menilai alat bukti itu sah atau tidak adalah majelis hakim.
"Jadi itu majelis hakim akan menilai, apakah alat bukti yang diajukan oleh jaksa itu sah menurut ketentuan Pasal 183 dan 184 ayat 1 KUHAP dan Pasal 185 KUHAP," tegas Raharjo, Sabtu (5/6/2021).
Raharjo menekankan, terkait alat bukti, Kejati Riau tidak bisa dibicarakan secara sepihak. "Jadi harus melihat segala sesuatunya secara utuh dan tidak sepotong-sepotong," kata Raharjo.
Raharjo menyebut, jika penasehat hukum terdakwa menuding alat bukti itu tidak orisinil, maka silahkan dibuktikan. "Siapa yang menuduh harus bisa membuktikan, kan begitu. Di dalam KUHAP begitu. Buktikan hal itu di persidangan," papar Raharjo.
Berdasarkan dakwaan JPU disebutkan, Yan Prana Jaya bersama-sama Donna Fitria (perkaranya diajukan dalam berkas perkara terpisah) dan Ade Kusendang, serta Erita, sekitar Januari 2013 hingga Desember 2017 melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain sebesar Rp2.896.349.844,37.
Berawal pada Januari 2013, saat terjadi pergantian bendahara pengeluaran dari Rio Arta kepada Donna, terdakwa Yan Prana yang ketika itu menjabat Kepala Bappeda Siak mengarahkan untuk melakukan pemotongan biaya sebesar 10 persen dari setiap pelaksanaan kegiatan perjalanan dinas.
Donna Fitria sebagai bendahara pengeluaran, lantas melakukan pemotongan anggaran perjalanan dinas Bappeda Kabupaten Siak tahun anggaran 2013 sampai dengan Maret 2015 pada saat pencairan anggaran SPPD setiap pelaksanaan kegiatan.
Besaran pemotongan berdasarkan total penerimaan yang terdapat dalam Surat Pertanggungjawaban (SPj) perjalanan dinas sebesar 10 persen. Uang yang diterima masing-masing pelaksana kegiatan, tidak sesuai dengan tanda terima biaya perjalanan dinas.
Pemotongan anggaran perjalanan dinas sebesar 10 persen tersebut dilakukan setiap pencairan. Uang dikumpulkan dan disimpan Donna selaku bendahara pengeluaran di brangkas bendahara, Kantor Bappeda Kabupaten Siak
Donna, mencatat dan menyerahkan kepada terdakwa Yan Prana secara bertahap sesuai dengan permintaannya. Akibat perbuatan terdakwa Yan Prana negara dirugikan Rp2.895.349.844,37.
Tidak hanya perjalanan dinas, dalam kasus ini juga terjadi penyimpangan dalam mengelola anggaran atas kegiatan pegadaan alat tulis kantor (ATK) pada Bappeda Kabupaten Siak TA 2015 sampai dengan TA 2017 dan melakukan pengelolaan anggaran makan minum pada Bappeda Kabupaten Siak TA 2013 - 2017.
Atas kasus itu, JPU menjerat Yan Prana dengan Pasal 2 ayat (1), jo Pasal 3, Pasal 10 huruf (b), Pasal 12 huruf (f) Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penulis | : | CK2 |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Hukum, Riau, Kabupaten Siak |