
![]() |
standar pariwisata,cakap rakyat
|
(CAKAPLAH) - Kick-off kegiatan Perumusan dan Kaji Ulang Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) sektor pariwisata telah dimulai dari bulan lalu. Kegiatan yang berada dibawah naungan Deputy Bidang Sumberdaya dan Kelembagaan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ini secara paralel melakukan perumusan dan kaji ulang terhadap 12 jenis bidang pekerjaan di lingkungan pariwisata seperti: Pemanduan Wisata Taman Rekreasi, Perencanaan Pemasaran, Angkutan Transportasi Wisata, Rumah Makan/Warung Makan, Jasa Boga, Pemanduan Wisata Snorkeling, Pemanduan Geowisata, Jasa Impresariat serta Pengelolaan Golf.
Kelebihan dari kegiatan yang dilangsungkan pada semester II tahun ini adalah bahwa juga ikut dirumuskannya Standar Kompetensi pada bidang (pengelolaan) Desa Wisata, Perencanaan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata serta (pengelolaan) Pondok Wisata (homestay). Jadi artinya ini akan memudahkan berbagai pihak untuk menjalankan berbagai kegiatan. Mulai dari pelatihan berbasis kompetensi, penilaian (misalnya lomba Desa Wisata), serta asesmen terhadap para praktisi yang bergerak pada 3 bidang terkait diatas.
Selama ini, terutama kepada tiga bidang yang disebutkan terakhir (Desa Wisata, Pengembangan Destinasi dan Pengelolaan Homestay), rasanya pelatihan-pelatihan yang diadakan dengan tema-tema tersebut masih menggunakan berbagai macam acuan yang belum terstruktur dan terstandarisasi karena memang standar kompetensinya belum ada. Maka, kali ini dengan melibatkan para penggiat di industri terkait, akademisi dari kampus-kampus pariwisata, perwakilan asosiasi industri, asosiasi profesi, lembagai pelatihan serta lembaga sertifikasi profesi bersama-sama berunding untuk merumuskan mulai dari Tujuan Utama, Fungsi Kunci, Fungsi Utama serta Fungsi Dasar kompetensi yang dibutuhkan untuk menjalankan profesi atau pekerjaan diatas.
Setiap Standar Kompetensi yang dilahirkan dibuat peta kerjanya mulai dari hal-hal yang bersifat perencanaan, persiapan, pelaksanaan sampai evaluasi. Kemudian diturunkan menjadi unit-unit kompetensi sesuai dengan pembagian kelompok pekerjanya masing-masing. Setiap unit kompetensi akan dilengkapi dengan elemen pekerjaan untuk dijadikan sebagai panduan dalam melakukan pekerjaan dan dilengkapi dengan Kriteria Unjuk Kerja sebagai panduan dalam melakukan tahapan-tahapan pekerjaan sesuai judul unit yang dibuat.
Untuk menjelaskan isi unit yang sudah dibagi kedalam tahapan-tahapan yang disebut dengan elemen tersebut maka dibuat batasan variable untuk menjelaskan konteks sebuah unit sekaligus menjelaskan nomenklatur yang terdapat pada Kriteria Unjuk Kerja yang dirasa perlu untuk dijelaskan agar tidak menimbulkan multi tafsir kelak bagi para pengguna standar dimaksud. Selain itu, dijelaskan pula panduan penilaian tentang pengetahuan serta keterampilan apa saja yang dibutuhkan bagi seseorang untuk mencapai kompetensi dalam melakukan pekerjaan sesuai unit tersebut.
Selain itu, untuk memenuhi prinsip-prinsip asesmen yaitu, valid, reliable, fair dan flexible, dituliskan pula metode asesmen yang akan diterapkan untuk memastikan apakah kompetensi orang yang diuji kelak telah sesuai dengan standar yang ditetapkan atau belum.
Kelebihan dari program ini, mulai dari tahun kemarin adalah, bahwa setiap Standar Kompetensi yang dihasilkan, harus diikuti oleh KKNI (Kerangka Kualifikasi Kerja Nasional Indonesia) serta Okupasinya masing-masing. Sehingga dari awal sudah bisa diidentifikasi kriteria dan level tenaga kerja dan calon tenaga kerja yang akan dihasilkan melalui Standar yang digunakan tersebut. Artinya ini akan memudahkan para pengajar, pelatih, instruktur, asesor serta pengguna jasa profesi tersebut. Demikian pula dengan bagian SDM, perencana program, Human Resources Departement di perusahaan-perusahaan pengguna kelak.
Sebagai konsekuensi dari kebijakan penetapan KKNI serta Okupasi diatas adalah bahwa para anggota tim perumus semenjak dari awal sudah diminta untuk memperhatikan taxonomi bloom terhadap Kata Kerja yang digunakan pada setiap Kriteria Unjuk Kerja agar sesuai dengan KKNI yang dimana kualifikasi kerja skema yang dibuat berada kelak. Aspek-aspek yang berkaitan dengan ranah Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik yang diulas pada setiap Kriteria Unjuk Kerja, Elemen maupun Unit Kompetensi sudah terencana dan terstruktur dengan baik dari awal. Sehingga prinsip Valid, yaitu mengajar apa yang seharusnya diajar pada lembaga pendidikan dan pelatihan bisa klop dengan menguji apa yang seharusnya diuji pada lembaga sertifikasi. Maka, pada tugas penggunaan taxonomi bloom inilah sejatinya kita butuh orang-orang yang mumpuni pada teknologi pendidikan agar bisa menempatkan pilihan kata kerja atau perintah sesuai dengan apa yang diharapkan oleh unit kompetensi yang dirumuskan tersebut.
Tidak gampang membuat rumusan, berminggu-minggu diskusi, mulai dari sesi Bimbingan Teknis untuk memahami metodologi perumusan. Dilanjutkan dengan Focus Group Discussion untuk membuat pemetaan awal. Diskusi marathon baik secara online maupun offline. Kemudian dilanjutkan dengan Uji Petik. Uji Petik ini diperlukan untuk mengukur keberterimaan rencana unit-unit yang sudah dibuat melalui proses FGD dan diskusi dari awal untuk diapungkan ke publik. Tim perumus menerima berbagai masukan, pertanyaan, bahkan bisa saja penolakan dari para mitra kerja yang juga berasal dari dunia industri, asosiasi profesi, lembaga pendidikan, lembaga pelatihan, lembaga sertifikasi profesi maupun perwakilan instansi pemerintah yang terkait. Bisa saja apa yang sudah dirumuskan diawal diubah-suai atau ditambah atau bahkan mungkin terpaksa dihilangkan atas dasar masukan dari berbagai pihak tersebut. Uji petik ini sendiri dilakukan di tiga wilayah di tanah air, yaitu di Medan (Toba) sebagai perwakilan kawasan barat, Yogyakarta (Borobudur dan sekitarnya) sebagai perwakilan wilayah tengah dan Lombok yang mewakili wilayah timur Indonesia.
Nanti, hasil uji petik ini akan digodok kembali oleh tim perumus untuk disempurnakan sesuai rekomendasi para mitra kerja dari tiga wilayah tersebut. Selanjutnya baru dibawa ke tahapan berikut yang disebut dengan Pra-Konvensi. Pada tahapan ini draft yang boleh dikatakan sudah hampir jadi tersebut dipaparkan di hadapan para pemangku kepentingan tingkat nasional di Jakarta. Finalnya nanti jika tidak ada lagi rekomendasi untuk merubah ataupun menyesuaikan barulah dilaksanakan Konvensi untuk dijadikan momen “ketuk palu” sebagai penanda bahwa Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia tersebut siap diserahkan kepada Kementrian Tengara Kerja Republik Indonesia untuk bisa diundangkan kelak.
Hasil legalitas formal berupa produk hukum dari Kementerian Tenaga Kerja yang berasal dari usulan sektoral Kementerian Pariwisata itulah nanti yang kelak bakal dijadikan acuan.
Kiranya dengan ini, tercipta standar yang bisa diikuti, dijalankan dan dijadikan panduan oleh semua pihak. Mulai dari hilir untuk kegiatan pendidikan serta pelatihan, maupun sertifikasi tenaga kerja di bagian hulu. Artinya kata Kompeten yang jamak kita baca, kita dengar dan kita simak selama ini berasal dari Satandar Kompetensi-Standar Kompetensi dimaksud. Dalam maknanya dan tidak segampang yang diucapkan penerapannya.
Mewakili insan pariwisata, kami mengucapkan terima kasih banyak kepada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang selalu memfasilitasi sektor kerja di lingkungan Kementerian ini untuk menjaga kualitas tenaga kerja Indonesia kedepan. #SalamKompeten.***
Penulis | : | Osvian Putra: Master Asesor, Perumus Standar Kompetensi pada Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Serba Serbi |










































01
02
03
04
05




