Ilustrasi
|
SIAK (CAKAPLAH) - Sejumlah anggota DPRD Kabupaten Siak menyorot adanya kejanggalan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) untuk perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Wana Subur Sawit Indah (WSSI) di Kecamatan Kotogasib, Kabupaten Siak.
IPK itu diterbitkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Riau dengan nomor Kpts.18/DPMPTSP/2021 pada 23 Maret 2021 lalu.
Menurut Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Siak Fairus, berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor: SK.579/Kpts/HK.350/Dj.Bun/VII/2001 yang diterbitkan pada 24 Juli 2001, PT WSSI memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK/541/MENHUT-II/2010, perusahaan tersebut berhak mengelola hutan produksi seluas kurang lebih 6.096 hektare yang berada di kelompok hutan sungai Siak yang terletak di Kabupaten Siak untuk budidaya perkebunan.
"Ini tentu rancu, perusahaan kebun kok memperoleh IPK. Padahal dasar lahan itu diberikan pemerintah ke perusahaan sudah jelas, untuk perkebunan, tapi kok tiba-tiba diberi IPK pula," cakap Fairus, Selasa (6/7/2021).
Fairus juga membantah alasan DPMPTSP Riau memberikan IPK seluas 1.577 hektare dari total 6.096 hektare areal kerja izin usaha perkebunan PT WSSI untuk menyiapkan lahan penanaman kelapa sawit.
Sebab, menurut politisi PAN tersebut selama 20 tahun lebih perusahaan tidak mampu memberikan sumbangsihnya kepada daerah maupun masyarakat tempatan.
"Yang saya dengar alasan DPMPTSP berikan IPK karena itu. Sebab lahan itu mau dibersihkan dan akan ditanami sawit. Selama ini kemana? Kok baru sekarang punya inisiatif seperti itu. Selama 20 tahun ini kemana? Kok hanya 50 persen dari total lahan seluas 6.096 hektare yang diberikan yang mampu dikelola oleh perusahaan," gumamnya.
"Apa karena mentang-mentang di atas lahan 1.577 hektare itu tumbuh kayu akasia dan sekarang sudah bisa ditebang? Kan boleh kita beranggapan seperti ini? Dari dulu mereka tak ada inisiatifnya untuk daerah maupun masyarakat tempatan," sambungnya.
Belum lagi, lanjutnya, selama ini banyak pelanggaran dan permasalahan yang terjadi di dalam sana (lahan areal perusahaan), seperti Karhutla dan konflik antara perusahaan dengan warga.
"Maka itu saya berharap, dua perusahaan besar pengolahan kayu di Riau yakni PT RAPP dan PT Arara Abadi menolak jika PT WSSI menjual kayu dari lahan mereka agar tidak terjadi permasalahan di kemudian hari," kata dia.
Apalagi, kayu yang tumbuh di lahan kawasan perusahaan tersebut sejatinya bukan mereka yang tanam, melainkan tumbuh sendiri.
Ketua Komisi IV DPRD Siak, Roby Cahyadi saat ditanya persoalan IPK tersebut juga mengaku heran dengan kebijakan DPMPTSP Riau.
"Saya pelajari dulu ya, kenapa DPMPTSP Riau terbitkan IPK PT WSSI. Saya tak begitu paham, kok begini pula ceritanya, kok ada pula IPK," kata politisi Gerindra itu.
Kendati begitu, ia mengaku telah mengetahui Pemkab Siak mengirimkan surat ke Menteri Pertanian RI agar meninjau ulang izin usaha perkebunan PT WSSI.
"Ya, kalau itu saya tahu. Tapi kalau soal IPK ini saya tak tahu. Tapi saya pelajari dulu ya," kata dia.
Sayangnya, Kepala DPMPTSP Riau Helmi enggan menjawab sorotan tersebut. Berkali-kali dicoba untuk dihubungi tidak mendapat jawaban. Pesan WhatsApp yang dikirimkan juga tidak dibalas.
Sebelumnya Pemkab Siak diketahui telah mengajukan surat ke Menteri Pertanian RI dengan Nomor:590/BPT/IV/2021/140.0 itu meminta kepada Kementerian Pertanian RI agar meninjau ulang izin usaha perkebunan PT WSSI.
Alasannya, karena hingga saat ini perusahaan belum dapat memenuhi kewajiban-kewajiban sesuai dengan aturan yang berlaku sehingga menimbulkan konflik berkepanjangan di lapangan baik dengan masyarakat maupun dengan pihak swasta lainnya.
Salah satunya, seperti yang dikutip dari surat yang ditandatangani langsung oleh Bupati Siak Alfedri tersebut, PT WSSI hingga saat ini belum membangun kebun plasma paling sedikit 20 persen dari luas areal diusahakan.
PT WSSI telah menandatangani perjanjian kerjasama dengan empat koperasi yakni Koperasi Buana Makmur di Kampung Buatan II seluas 793 hektare, Koperasi Usaha Bersama di Kampung Rantau Panjang seluas 373 hektare, Koperasi Gemilang Jaya di Kampung Sri Gemilang seluas 160 hektare dan Koperasi Mondan Bersatu di Kampung Buatan I seluas 270 hektare.
Padahal, kewajiban membuat kebun plasma sedikitnya 20 persen dari luas lahan yang diusahakan tersebut telah diatur dalam peraturan Menteri Pertanian Nomor: 98/Permentan/OT/.140/9/2013.
Sebelumnya, pada 23 Juni 2021 lalu, Bupati Alfedri juga menyampaikan langsung kepada Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Surya Tjandra, agar lahan konsesi PT WSSI dijadikan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).
Sebab menurut Alfedri, jika lahan tersebut diberikan ke masyarakat, akan dapat meningkatkan perekonomian, terkhusus warga tempatan.
Penulis | : | Wahyu |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Pemerintahan, Kabupaten Siak |