Dr. (H.C.) H. Sofyan Siroj Abdul Wahab, LC, MM.
|
Setakat ini teror belum berhenti mengancam kehidupan rakyat Palestina. Asosiasi Wartawan Dunia (Associated Press) melaporkan korban jiwa akibat gempuran dan invasi darat zionis israel ke Jalur Gaza dan Tepi Barat bertambah menjadi 8.306 orang per Senin pekan ini. Lebih 20 ribu orang terluka. Adapun Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mengungkap ratusan serangan israel menargetkan fasilitas kesehatan seperti termasuk rumah sakit. Akibatnya lebih 400 petugas kesehatan tewas dan ratusan terluka. Paling menyayat hati korban didominasi anak-anak.
Organisasi anak dunia Save the Children mencatat lebih dari 3.324 anak-anak tewas akibat kekejian israel. Save the Children juga merangkum fakta bahwa jumlah anak-anak yang tewas di Palestina sejak 7 Oktober 2023 jauh lebih banyak ketimbang total jumlah anak-anak yang tewas dalam konflik di seluruh dunia sejak 2019. Kendati kali ini banyak jatuh korban, aksi biadab tadi bukan pertama kali dilakukan oleh israel. Alias tak terhitung lagi. Wajar penjuru dunia menyuarakan empati dan mengutuk israel. Terutama rakyat Indonesia yang selalu konsisten bela Palestina yang menderita sejak penjajahan israel bermula. Aksi dan demonstrasi pun menggema di seantero nusantara.
Sikap Indonesia terwakili dari lisan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) selaku Kepala Negara. Usai Rapat Terbatas (Ratas) membahas perkembangan konflik Palestina-Israel (30/10/2023) di Istana Merdeka, Jokowi menyampaikan akan mengirimkan bantuan kemanusiaan. “Indonesia akan mengirim bantuan kemanusiaan yang akan disesuaikan dengan permintaan dan kebutuhan rakyat Palestina, dan kloter pertama akan dikirimkan minggu ini. Bantuan ini adalah gabungan bantuan dari pemerintah dan dunia usaha serta masyarakat,” ujarnya.
Respon Pemerintah RI sudah tepat. Kepedulian sangat beralasan. Secara historis tercatat dalam tinta emas sejarah bagaimana tokoh-tokoh Palestina getol mendukung dan mendorong pengakuan kemerdekaan Indonesia. Bahkan seorang saudagar kaya Palestina menginfakan kekayaannya kepada Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia (KPPPKI) Mohamed Zein Hassan di awal terjadinya Agresi Militer II Belanda. Mohamed Zein Hassan dalam buku berjudul “Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri” terbitan Bulan Bintang (1970) mengaku terkagum. Betapa tidak. Saking cintanya ke Indonesia, suatu hari sang saudagar mengajak ke Bank Arabia, menarik semua uang di rekening lalu diberikan ke Mohamed Zein Hassan tanpa minta tanda bukti penerimaan. “Terimalah semua kekayaan saya untuk memenangkan perjuangan Indonesia” pinta saudagar yang bernama Muhammad Ali Taher/Aboul Hasan itu.
Akar Historis
Berangkat dari sisi historis tergambar betapa dalam hubungan antar dua negara. Ikatan sudah terbentuk sejak lama. Inilah alasan mengapa isu Palestina cukup sensitif di masyarakat kita. Terlebih di era Sosial Media dimana “pertarungan” opini semakin tajam. Tak sedikit yang berkata Palestina bukan urusan Indonesia. Adapula terang-terangan memihak israel. Tren ini sejalan upaya israel yang begitu gencar mempropagandakan diri dan playing victim di media massa pro Israel, berikut merekrut buzzer dan artis untuk membangun imej. Sejumlah artis Indonesia pernah dibiayai perjalanan gratis ke israel. Fenomena terbelahnya opini sangat disayangkan sekaligus mengundang keprihatinan dan kekhawatiran. Sekali lagi, isu Palestina bukan perkara kedekatan primordial yakni agama antar kedua negara. Toh pemeluk Kristen dan agama lain di Palestina juga dizalimi israel. Ini lebih kepada sikap selaku manusia waras, senasib sepenanggungan dan tahu balas budi. Sungguh, perjuangan Indonesia untuk merdeka dan upaya Palestina mendukung kemerdekaan Indonesia dahulu sama-sama tidak mudah. Terlebih di masa itu negara penjajah bersatu membentuk aliansi.
Terakhir tapi esensial, sikap anti penjajah israel adalah amanah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang secara jelas dan tegas menyatakan: “…penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.” Artinya, sikap mengakui dan membela penjajah zionis israel bentuk pengabaian, penentangan dan pengkhianatan terhadap konstitusi. Sebuah kabar buruk bagi bangsa. Ini terjadi akibat kian tergerusnya pengetahuan dan pemahaman hakekat dan makna konstitusi serta sejarah perjuangan kemerdekaan dari penjajahan.
Benar perkataan cendekiawan, bangsa kita masih berjuang dan belajar merdeka. Para pendiri bangsa sadar betul perjuangan kemerdekaan jauh dari kata tuntas. Sewaktu peringatan 17 Agustus 1956, Bung Karno dalam pidatonya menjelaskan tiga fase revolusi bangsa. Dua fase telah dilalui dan satu lagi menghadang. Indonesia telah melewati taraf revolusi fisik (1945-1949) dan taraf bertahan (1950-1955). Sekarang berada di taraf investasi yaitu menanam modal berupa: investasi keahlian dan kemampuan, investasi materi, dan investasi mental.
Investasi keterampilan dan material memang penting. Namun pendidikan mental lebih utama. Keterampilan dan material sia-sia tanpa mentalitas. Negara boleh saja maju pembangunan fisik. Tapi kalau manusianya mental kaum terjajah apa guna? Ujungnya tidak percaya diri dan minder ke bangsa sendiri, kurang aktualisasi diri, lemah pendirian dan lemah kepribadian. Imbasnya unsur strategis negara dikendalikan pihak luar melalui kaki tangannya di negeri ini yang bermentalitas budak.
Penulis | : | Dr. (H.C.) H. Sofyan Siroj Abdul Wahab, LC, MM. (Anggota Komisi V DPRD Provinsi Riau) |
Editor | : | Ali |
Kategori | : | Cakap Rakyat |