(CAKAPLAH) - Bagaimana wajah kota masa depan? Masih misteri atau mungkin juga bisa kita persiapkan dimasa sekarang untuk melihat wajah kota 50 atau 100 tahun ke depan. Kota yang direncanakan untuk bisa dihuni dan tempati oleh anak cucu di masa yang akan datang dengan kualitas yang baik. Dengan perancangan yang matang, maka ekspansi pengembangan kota dan ruang-ruang kosong yang akan dibangun infrastruktur dapat dipersiapkan sedini mungkin.
Memproyeksikan wajah kota masa depan tidak bisa dilepaskan dengan penduduk yang mendiami kawasan perkotaan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Diperkirakan 75% dari penduduk dunia akan tinggal di kawasan perkotaan pada tahun 2050. Tren ini diakibatkan masih kuatnya daya tarik kota yang menyebabkan meningkatnya arus migrasi dari desa ke kota.
Selain itu adalah perubahan gaya hidup masa kini yang mendorong orang untuk tinggal di perkotaan. Semakin tinggi status sosial dan kedudukan seseorang juga menuntut untuk tempat tinggal yang lebih tinggi hierarkinya, dari desa ke kota kecil, madya hingga kota metropolitan. Sebagai contoh sederhana seorang pengusaha yang semakin besar usahanya mengharuskannya pindah ke kota untuk mengurus bisnisnya, bahkan jika sudah demikian besarnya harus pindah ke kota mancanegara yang lebih tinggi hierarkinya. Begitu juga seorang yang berasal dari desa setelah menamatkan kuliah dan meraih gelar sarjana, terasa berat hatinya untuk kembali ke desa asalnya.
Hunian Vertikal
Dengan semakin meningkatnya warga kota sementara lahan yang ada semakin terbatas mengharuskan suatu kota harus dapat beradaptasi dengan keadaan yang dihadapinya, khususnya dalam menyediakan tempat tinggal (perumahan), kantor dan toko yang bersifat vertikal. Ini adalah konsekuensi logis dan rasional, dari abad perkotaan. Singapura dapat dijadikan contoh untuk hal ini, dimana mayoritas tempat tinggal dan kawasan perdagangan dan jasa sudah mengalami perkembangan secara menegak (vertikal), sementara pengembangan secara horizontal tidak banyak bisa dilakukan lagi karena semakin terbatasanya ruang terbuka. Bahkan contoh yang lebih dahsyat lagi adalah Tokyo, dimana kasawan pusat kota sudah dijejali dengan bangunan mencakar langit.
Singapura dan Tokyo adalah gambaran wajah kota besar di Tanah Air 50 hingga 100 tahun ke depan. Seturut ini pemerintah dan pengembang (developer) juga harus beradaptasi dengan situasi yang akan tejadi dimasa depan dengan rancang bangunan (arsitektur) yang bersifat vertikal. Tren ini sebenarnya sudah dimulai dari Kota Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Tanah Air dengan semakin menjamurnya bangunan yang mencakar langit.
Untuk Sumatera, Kota Medan adalah salah satu contoh tren pembangunan pusat kota yang telah dilakukan secara vertikal seirama dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pesatnya pembangunan di Kota Medan. Begitu juga halnya Kota Pekanbaru yang sudah semakin banyak gedung-gedung dan bangunan yang dibangun secara vertikal di pusat kota dibandingkan 10 atau 20 tahun yang lalu.
Ruang Terbuka Hijau
Idealnya, corak kota masa depan lainnya yang boleh diprediksi adalah dengan semakin banyaknya ruang terbuka hijau (RTH) untuk mengantisipasi semakin banyaknya orang yang mendiami kawasan perkotaan. Memang sedikit ada kontradiksi, dimana lahan yang semakin terbatas namun disisi lainnya harus dapat menghadirkan ruang terbuka hijau yang semakin banyak untuk menyediakan asupan oksigen bagi manusia dan makhluk hidup lainnya.
Suka ataupun tidak, adalah suatu keniscayaan bahwa kota masa depan harus dapat mewujudkan ruang terbuka hijau yang memadai bagi warga kota. Mungkin RTH yang ada harus melebihi 30 persen dari keseluruhan luas kawasan perkotaan. Bagaimana untuk bisa mewujudkannya? Lagi-lagi ini adalah dengan perencanaan penataan ruang kota yang maju ke hadapan dengan memberikan porsi yang lebih besar lagi untuk RTH. Jika tidak bisa diwujudkan RTH secara horizontal juga bisa dilakukan dengan RTH secara vertikal, seperti taman di atas atap (rooftop garden).
Tokyo adalah contoh yang dapat ditiru di dalan pengwujudan RTH bagi kota masa depan di Tanah Air. Dimana, dengan semakin padatnya penduduk Tokyo dan terbatasnya lahan tidak menghalangi pemerintah untuk menyediakan RTH yang memadai dengan pembangunan RTH yang dilakukan secara vertikal dan penataaan ruang kota yang pro terhadap lingkungan hidup. Terbukti Tokyo dapat mewujudkannya ditengah padatnya penduduk dan bangunan. Tokyo juga dapat menghadirkan sistem transportasi massal yang bagus, sehingga mengurangi penggunaan kenderaan bermotor dan polusi udara. Prinsipnya adalah adanya keseimbangan antara RTH dan pembangunan fisik.
Plurality and Diversity
Kota masa depan juga dicirikan dengan semakin pluralnya penduduk yang mendiami sesebuah kota. Semakin besar suatu kota maka pluralitasnya akan semakin tinggi. London disebutkan sebagai kota yang paling multikultural di dunia. Begitu juga Dubai yang dikatakan juga sebagai salah satu kota yang paling plural di dunia, dengan banyak warga negara asing yang mendiami Dubai.
Kota Jakarta dapat mempresentasikan kota yang paling plural dan beragam (diversity) di Tanah Air, dengan hampir seluruh suku dan budaya Indonesia ada di Kota Jakarta. Atau dengan kata lain Jakarta adalah taman mininya Indonesia, dari Sabang hingga Merauke. Yang untuk Propinsi Riau, Pekanbaru adalah cerminan atau wajah Riau dari pesisir hingga daratan.
Seturut dengan semakin besarnya sesebuah kota akan menjelma menjadi kota yang meriah dengan segala atribut yang melekat pada sebuah kota. Kota yang meriah dengan beragamnya latar belakang penduduk yang mendiaminya. Kota seperti ini diibaratkan ramainya orang ketika hari lebaran dengan kemeriahan yang berwarna warni dengan corak pakaian yang dikenakan dan aneka ragam kuliner makanan yang disajikan. Ramai, meriah dan sedikit sesak namun membahagiakan dan menyenangkan.
Kedepannya, kota-kota di dunia juga akan menjelma menjadi kota pintar (smart city), yaitu suatu kota yang dilengkapi dengan rangkaian teknologi informasi dan sistem telekomukasi termaju. Pemanfaatan teknologi dan penguasaan ilmu pengetahuan sebagai sentral aktivitas sosial-ekonomi masyarakat. Apakah kota seperti ini dapat diwujudkan? Atau hanya sekedar utopia dan angan-angan belaka? Waktu yang akan menjawabnya.***
Penulis | : | Dr Apriyan D Rakhmat, M.Env: Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik, Universitas Islam Riau, Pekanbaru |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Cakap Rakyat |