DR. drh Chaidir MM
|
BERITA paling seksi: Prabowo ditunjuk Presiden Jokowi sebagai Menteri Kabinet Indonesia Maju. Puncaknya, pagi ini Prabowo Subianto resmi dilantik sebagai Menteri Pertahanan. Media pers cetak dan elektronik (dalam dan luar negeri), apalagi media sosial dibuat “gila” oleh “kegilaan” kedua tokoh ini. Kontroversi? Itu sudah pasti. Kelompok yang tidak setuju mengurut dada, yang netral berlapang dada, yang setuju tepuk dada.
Mungkin berlebihan, tapi agaknya sekarang publik baru menyadari, kedua tokoh ini (Jokowi-Prabowo) – jujur harus diakui, boleh setuju boleh tidak – adalah negarawan. Rasanya masih sangat segar dalam ingatan publik (enam bulan lalu, bukanlah masa yang terlalu jauh), bagaimana sengitnya kontestasi kedua tokoh. Puncaknya menjelang hari pemungutan suara pilpres, 17 April 2019. Genderang perang ditabuh bertalu-talu gegap gempita memekakkan telinga. Sorak-sorai kedua kubu menakutkan seakan dunia sudah mau kiamat.
Segala macam jurus, segala macam cara (maaf bahkan seringkali terkesan menghalalkan segara macam cara) digunakan untuk saling mengalahkan. Bahkan berhari-hari setelah pemungutan suara, tudingan pemilu bohong pun memenuhi halaman media. Berbagai bentuk kemasan harga diri pun dijajakan, diacung-acungkan. Semua dipertaruhkan. Ada yang nyinyir menyebut, Indonesia terbelah dua: 01 dan 02.
Ketika sengit-sengitnya kontestasi, semua elit politik berpikir, Jokowi-Prabowo sudah patah arang. Tidak ada yang berpikir apa sebenarnya yang ada dalam pikiran Jokowi dan Prabowo, bahkan orang-orang terdekat sekali pun. Ternyata ada sebuah sudut sempit tak terbaca di alam pikiran kedua tokoh itu. Hari ini, sudut sempit itu bercahaya menampakkan diri dan bisa terbaca kasat mata. Sudut sempit itu menyinari dunia. Kedua tokoh menampakkan diri sebagai negarawan melebihi khayalan gila siapapun.
Beberapa kelompok pengusung dan simpatisan fanatik sangat kecewa terhadap sikap dan keputusan yang diambil Prabowo untuk bergabung dalam Kabinet Indonesia Maju yang dibentuk Presiden Jokowi. Beberapa kelompok pengusung Presiden Jokowi juga kecewa terhadap sikap Jokowi yang mengajak Prabowo untuk bersama dalam kabinet. Pihak yang kalah biarlah mereka berada di luar pemerintahan. Tidakkah nanti Prabowo dan pengikutnya akan menggunting dalam lipatan, alias beroposisi terhadap Presiden Jokowi yang telah mengangkatna sebagai Menteri Pertahanan? Begitulah pandangan sebagian kelompok di kubu Jokowi. Masing-masing kubu memang punya argumentasi terhadap sikapnya.
Dalam sudut pandang manajemen pemasaran politik (political marketing management), masing-masing kandidat atau partai politik yang bertarung, didukung oleh tim kampanye yang dibekali dengan strategi kampanye. Strategi kampanye di era modern sekarang, biasanya disusun oleh konsultan politik profesional. Konsultan politiklah yang melakukan market intelligence, melalui survei untuk memetakan selera pasar. Maka pencitaan kedua kubu banyak ditentukan oleh konsultan masing-masing. Dalam logika ini, Jokowi dan Prabowo sesungguhnya tidak ikut “pertempuran brutal” di lapangan antara kedua tim sukses. Oleh karena itulah sesungguhnya, kedua tokoh ini tidak sungguh-sunggguh terpapar oleh isu-isu negative campaign atau black campaign di lapangan. Mereka tetap berdiri di atas sana sebagai negarawan, tetap menjaga hubungan baik satu sama lain.
Maka ketika kemudian, kedua tokoh ini bergabung bergandengan tangan dalam pemerintahan, tak ada yang perlu terlalu “baper” dengan menyindir atau nyinyir menyebut inskonsistensi, gila kekuasaan, mempermalukan, pengkhiatanan, ego-sentris dan sebagainya. Ungkapan bijak Kahlil Gibran agaknya perlu direnungkan. “Kalau kau mencintai seseorang, biarkan dia pergi. Kalau dia kembali, dia akan selalu jadi milikmu. Tapi kalau tidak, dia tak akan pernah jadi milikmu.”
Sejarah dunia barangkali bisa menjadi cermin ketika Abraham Lincoln, Presiden AS yang ke-16 yang berkuasa pada abad ke-19 (1861-1865), menawari William Seward untuk menjadi Menteri Luar Negeri Amerika Serikat atau Secretary of State. Padahal, jabatan ini merupakan posisi ketiga terkuat di Amerika Serikat setelah presiden dan wakil presiden. "Seward akhirnya nanya, Anda tahu kan saya benci sekali sama Anda. Kenapa Anda menawarkan posisi menteri luar negeri kepada saya." Jawaban Lincoln justru mengagetkan dan membuka mata para penasihat dan pendukungnya, termasuk juga pendukung Seward. Menurut Lincoln, dia dan Seward memiliki kesamaan, yakni cinta kepada Amerika Serikat.
Masih tentang Presiden Lincoln. Dia pernah dicaci hamun oleh seorang pengacara hebat di AS pada masanya, Edwin McMasters Stanton, yang kehebatannya memang dipuji dan dikagumi oleh Lincoln (wikipedia.org). Stanton pernah menyebut Lincoln sebagai kera bertangan panjang dan jerapah. Tapi beberapa tahun kemudian ketika Lincoln terpilih menjadi Presiden AS, Lincoln mengangkat Stanton sebagai Menteri Pertahanan. Lincoln membutuhkan kepintaran Stanton untuk mengatasi ancaman perang saudara di AS. Lincoln membutuhkan orang dekat yang tidak hanya bisa membuat laporan ABS.
Lincoln brilian, Stanton juga menjadi bawahan yang brilian. Ketika Lincoln terbunuh (1865), Stanton memujinya setinggi langit, yang kata-katanya dicatat sampai sekarang: “Now he belongs to the ages” (terjemahan bebasnya kira-kira, “sekarang Lincoln itu milik zaman”; beberapa menerjemahkannya secara hiperblois, “sekarang dia mutiara milik peradaban”).
Lincoln merangkul dan menjadikan musuh-musuhnya sebagai teman. Mungkin Lincoln pernah membaca strategi perang Sun Tzu? Seperti dikatakan Sun Tzu, ahli strategi militer dari China (544 SM-496 SM), bertempur dan menaklukkan musuh dalam peperangan bukanlah kehebatan paling tinggi; kehebatan tertinggi terjadi ketika Anda mampu menghentikan musuh tanpa perlawanan.
Pemerintahan Presiden Jokowi khususnya dan Indonesia pada umumnya pasti akan lebih disegani di mata dunia bila kedua tokoh ini bergabung jadi satu, bahu-membahu, ke bukit sama mendaki ke lurah sama menurun. Masyarakat kita sudah letih, kini saatnya kita bergandengan tangan.***
Penulis | : | DR. drh Chaidir MM, Mantan Ketua DPRD Provinsi Riau |
Editor | : | Ali |
Kategori | : | Cakap Rakyat |