H. Sofyan Siroj Abdul Wahab, LC, MM.
|
Miris melihat nasib guru honorer belakangan. Seumpama pepatah sudah jatuh tertimpa tangga pula. Selalu dikecewakan harapan dan janji-janji palsu. Teranyar seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) guru 2022. Didahului drama pengumuman hasil seleksi yang sempat tertunda berkali-kali tanpa penjelasan baik itu dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud-ristek) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Kendati akhirnya diumumkan, bak petir di siang bolong datang kabar buruk berikutnya: ribuan honorer guru batal penempatan.
Pembatalan disampaikan melalui surat Kemendikbudristek nomor 1199/B/GT.00.08/2023. Dalam surat disebutkan bahwa terjadi perubahan status 3.043 pelamar prioritas 1 (P1). Mereka yang semula diberi “angin surga” penempatan namun kenyataan berkebalikan. Kemendikbudristek berdalih pembatalan dampak proses verifikasi sanggahan pelamar P1. Seperti diketahui, di tahun 2022, seleksi PPPK guru dilakukan dengan menyeleksi penempatan bagi guru lolos passing grade seleksi PPPK 2021 atau pelamar P1.
Apabila masih ada formasi akan diberikan ke pelamar kategori prioritas II (P2) yaitu pelamar yang terdata dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN) sebagai eks Tenaga Honorer K-II (THK-II). Jika masih tersisa akan diserahkan ke pelamar prioritas III (P3). Kategori terakhir ini para guru non-ASN yang tidak termasuk dalam P1 di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) dan memiliki keaktifan mengajar minimal 3 tahun atau setara dengan 6 semester pada Data Pokok Pendidikan (Dapodik).
Kegundahan juga disuarakan honorer guru Riau paska hasil seleksi diumumkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau 9 Maret lalu. Hanya saja Pemprov belum mengetahui berapa banyak PPPK fungsional guru, baik melalui seleksi P1, P2, P3, Penerimaan Umum. Karena hasil kelulusan PPPK fungsional berada kewenangan pusat, sementara daerah hanya memfasilitasi. Sekedar informasi, tahun 2022 Pemprov Riau membuka penerimaan tenaga PPPK fungsional guru sebanyak 7.297 orang.
Pemprov secara resmi sudah menutup masa sanggah bagi peserta yang tidak lulus seleksi PPPK fungsional tenaga guru di lingkungan pemerintah setempat tahun 2022. Masa sanggah dilakukan selama tiga hari terhitung 10-12 Maret 2023. Meski begitu, satu tak bisa dinafikan penerimaan PPPK di Riau perlu mendapat sorotan tajam. Pasalnya Kami di Komisi V DPRD Riau menerima banyak sekali laporan perihal hasil seleksi yang dinilai tak sesuai dengan Petunjuk Teknis (Juknis) yang berlaku. Sebagian terungkap dari hasil audiensi perwakilan guru honorer ke Dinas Pendidikan Provinsi Riau pada 9 Maret 2023 yang disambut Sekretaris Disdik, Kasubag Kepegawaian dan Kacab Wilayah.
Antara lain: pertama, mengacu ke Juknis masa kerja diatas 3 tahun diprioritaskan untuk diterima jadi PPPK. Tapi realitanya banyak formasi malah diisi PPPK yang masa kerja di bawah 3 tahun atau baru beberapa bulan.
Kedua, nilai tidak mempertimbangkan sertifikat pendidik dan masa kerja.
Ketiga, dalam Mapel yang sama ditemukan nilai guru honorer yang lolos lebih rendah dari nilai yang tidak lolos.
Keempat, ada guru honorer yang Mapel-nya tidak linier dengan kualifikasi pendidikan tapi diloloskan sementara guru honorer yang Maple-nya linier justru tak lolos. Terakhir kelima jumlah formasi tidak sesuai atau hilang.
Selain ketidaksesuaian dengan Juknis, juga didapati ketidakkonsekuenan. Sebagaimana hasil rapat kerja Disdik Provinsi Riau tertanggal 19 November 2022 memutuskan bahwa penerimaan PPPK diutamakan kategori guru bantu atau tenaga honorer yang digaji melalui APBD. Faktanya banyak tenaga pendidik kategori honor Bosda diterima sebagai PPPK. Begitu juga pengutamaan tenaga pendidik yang memiliki sertifikat pendidik dari Kemendikbud (sertifikasi) dan honorer masa pengabdian mengabdi diatas 8 tahun ke atas secara otomatis dimasukan dalam Dapodik atau di atas 10 tahun secara otomatis diterima masuk dalam formasi PPPK.
Meski Disdik Provinsi Riau sudah meminta kepada peserta seleksi PPPK fungsional guru yang tidak lulus untuk menyampaikan pengaduannya lewat kepala sekolah untuk kemudian direkap dan akan disampaikan ke Pemerintah Pusat, perlu hati-hati. Memang Pemda berdalih perannya sebatas memfasilitasi. Akan tetapi hasil penelusuran Kami, dalih barusan tak cukup guna menjawab berbagai kekurangan selama proses seleksi berjalan.
Harus diakui pangkalnya ketidakberesan koordinasi di level pusat. Secara nasional, dari ratusan ribu guru yang lulus dan mendapatkan penempatan PPPK 2022 masih ada puluhan ribu P1 yang belum terakomodasi. Ditambah ironi pembatalan penempatan 3.043 P1 jelang pengumuman PPPK guru 2022 yang memicu aksi protes para guru di depan Kantor Kemendikbudristek pada 10 Maret 2023. Kemendikbudristek seolah lepas tangan dengan nasib ribuan guru P1. Ini terlihat dari tanggapan Dirjen Guru Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbudristek Nunuk Suryani dalam pertemuan dengan perwakilan massa guru honorer, yang mengatakan tak bisa membantu P1 yang batal penempatan. Bahkan Kemendikbudristek mengakui tak punya kuasa mengambil kebijakan sendiri. Ini mengkhianati janji yang pernah digaungkan Presiden Joko Widodo saat pencalonan diri pertama kali bahwa akan mengangkatan honorer guru sesuai prosedur berlaku.
Kalau memang dirasa tak bisa sebaiknya jangan diberi asa. Bila sudah sesuai prosedur sudah sepantasnya hak ditunaikan. Di samping itu, dalam pertemuan diutarakan pula penyebab lain pembatalan. Pengecekan Kemendikbudristek dengan data yang dimiliki P1 ternyata cukup banyak yang tak berkesesuaian atau janggal. Diantaranya seperti sanggahan disinggung di atas banyak formasi yang awalnya ada tapi tiba-tiba hilang; formasi baru muncul padahal sebelumnya tak ada di pengumuman. Dari penjelasan Dirjen kepada para guru seakan ada peran yang tak dijalankan secara optimal oleh Pemda sehingga berujung pembatalan.
Oleh karena itu, Kami berharap Pemprov Riau tak lepas tangan begitusaja. Perjuangan mesti terus diupayakan semaksimal mungkin. Atau bahasa perjuangannya sampai titik darah penghabisan. Sebab ini bukan perkara sederhana. Jangan sampai ada guru honorer yang haknya sudah dijamin menurut peraturan berlaku dicurangi oleh oknum tertentu atau kelalaian. Ketika hal buruk di dunia pendidikan dianggap biasa dan tidak disikapi serius, imbasnya masa pendidikan bukannya makin baik malah semakin suram.
Penulis | : | H. Sofyan Siroj Abdul Wahab, LC, MM. (Anggota Komisi V DPRD Provinsi Riau) |
Editor | : | Ali |
Kategori | : | Cakap Rakyat |