(CAKAPLAH) - Hubungan China dan Uni Soviet telah lama berjalan. Sejak perang dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat, posisi China lebih dekat dengan Uni Soviet. Dengan idiologi komunis, menempatkan Uni Soviet dan China memiliki kesamanaan dalam membangun kerjasama ekonomi dan keamanan regional. Namun peta politik dan idiologi yang berubah di Uni Soviet dengan bubarnya negara tersebut pada 25 Desember 1991, tidak membuat hubungan tradisional ke dua negara yang sudah berjalan lama tersebut renggang. Pengunduran diri Presiden Uni Soviet, Mikhail Gorbachev menandai secara resmi Uni Sovyet bubar dan lahirlah Negara-negara yang dulunya bernama Uni Soviet. Uni Soviet digantikan dengan negara yang bernama Rusia. Runtuhnya Uni Sovyet melahirkan 15 negara di wilayah Eropa timur dan Asia Tengah. Dan Uni Soviet di gantikan oleh Rusia sebagai negara yang terbesar dalam negara Uni Soviet.
Tulisan ini mencoba menjelaskan hubungan tradisional Uni Soviet yang digantikan dengan Rusia dengan negara tetangganhya di wilayah Asia Timur yaitu Sino (China). Hubungan kedua negara tidak mengkin dipisahkan dari sejarah berdirinya Uni Soviet. Lebih kurang 69 tahun berdirinya Uni Soviet yang akhirnya runtuh pada 25 Desember 1991 yang diakibatkan oleh beberapa faktor diantaranya muncul gerakan separatisme di negara-negara bawahan Uni Soviet. Apa yang dikenal dengan kebijakan Perestroika yang berusaha mengubah sistem komunisme menjadi lebih demokratis dengan tiga prinsip utama, yaitu Glasnost (keterbukaan politik), Democratizatsiya (demokratisasi) dan Rule of Law (penegakan hukum). Beberapa factor itulah yang menjadi dan mempercepat bubarnya Negara Uni Soviet yang mana negara dengan wilayah kekuasaan terbesar di dunia, bahkan menjadi salah satu negara adikuasa pemenang Perang Dunia kedua.
Setelah era Uni Soviet bubar, peran Rusia sebagai Negara “pengganti” Uni Soviet memainkan peran penting di Eropa Timur dan Asia Timur. Sebagai Negara yang mewarisi sejarah dan idiologi Uni Soviet, Rusia memiliki pengaruh yang cukup besar dan menjadi penyeimbang Amerika Serikat sebagai negara adi daya. Rusia tidak dapat dipandang sebelah mata oleh Amerika Serikat. Invasi Rusia di Ukraina yang dulunya menjadi bagian dari negara Uni Soviet menjadi bukti bahwa Rusia memegang pengaruh di negara Eropa Timur. Amerika Serikat dan negara sekutunya dalam NATO tidak dapat berbuat banyak membantu Ukraina yang awalnya akan menjadi negara yang tergabung dalam NATO. Dan sejak itulah Rusia merasa terancam dan melakukan invasi ke Ukraina.
Aliansi militer Rusia-Sino (China)
Konflik di perairan Laut China Selatan sebenarnya tidak melibatkan Rusia yag memiliki wilayah yang jauh di Laut China Selatan. China yang merasa terancam dengan pengaruh Amerika Serikat di LCS yang mana Amerika Serkat memiliki pangkalan militer di Filipina dan Australia, maka China merasa perlu melakukan kerjasama dengan Rusia untuk mendukung posisinya yang memiliki konflik dengan Negara-negara yang mengklaim wilayahnya di sekitaran LCS. Dan untuk pertama kalinya, Rusia bergabung dengan China dalam latihan dan kerjasama militer di wilayah perairan LCS yang masih dipersengketakan oleh beberapa negara seperti Filipina, Taiwan, Malaysia, Vietnam dan Brunai Darussalam.
Kekalahan China dalam sengketa wilayah dengan Filipina di LCS yang telah diputus oleh Mahkamah Arbitrase Internasional, telah membuat China memperkuat armadanya di LCS. Dan Rusia merupakan Negara yang paling dapat diandalkan jika berhadapan dengan Amerika Serikat. Hubungan yang cukup baik dan lama dari Uni Soviet hingga Rusia, merupakan hal yang terpenting mengapa China mengajak Rusia untuk melakukan kerjasama militer yang secara langsung berhadapan dengan militer Amerika Serikat. Latihan militer Rusia dan China akan mengkonsolidasikan dan membangun koordinasi kerjasama strategis secara menyeluruh antara China dan Rusia. Selain itu, aliansi militer tersebut berupa latihan bersama yang ditujukan untuk memperkuat kerjasama militer kedua negara tersebut yang sama-sama memiliki kepentingan berhadapan dengan Amerika Serikat.
Latihan militer Rusia dan China ini merupakan agenda rutin Beijing dan Moskow yang tidak melibatkan pihak lain selain kedua negara tersebut. Dapat diprediksi bahwa latihan militer antara Rusia dan China tersebut sebagai upaya Cina untuk mendapat dukungan secara militer yang sedang berhadapan dengan Amerika Serikat di Asia Pasifik. Praktis kekuatan militer Cina tidak akan sebanding dengan kekuatan militer Amerika Serikat, tanpa bantuan dari Rusia. Amerika Serikat yang melakukan kerjasama militer dengan Filipina dan Jepang, praktis membuat China mencari dukungan dalam memperkuat pertahanannya. Keterlibatan Rusia dalam konflik di LCS tentu akan semakin membuat situasi di kawasan tersebut tidak aman dan kondusif sebagai jalur perdagangan internasional. Kerjasama militer Rusia dan China dalam latihan militer bersama tentu secara tidak langsung akan mempertemukan 2 kekuatan militer yaitu Amerika Serikat dan Rusia dalam upaya mencari pengaruh kepentingan di wilayah LCS. Selama ini Rusia hanya melakukan latihan militer dengan China di perairan Mediterania dan sekitar perairan Jepang (laut kuning).
Dalam perkembangan konflik di LCS, keberadaan dan posisi China umumnya dibawah bayang-bayang Amerika Serikat yang juga menempatkan pangkalan militernya di Darwin Australia yang tujuannya adalah memantau pergerakan militer China di perairan LCS. Walaupun Amerika Serikat tidak mengklaim wilayah di LCS tersebut, namun Amerika Serikat memiliki kepentingan di kawasan LCS yang merupakan kawasan dan jalur perdagangan internasional yang harus bebas dari kepentingan politik dan keamanan dari negara manapun. Kehadiran Rusia dalam kerjasama militer dengan China di LCS tentunya menjadikan konstelasi politik dan keamanan regional Asia Pasifik semakin dinamis. Aliansi militer yang dibangun oleh China di LCS akan semakin membuat negara tersebut semakin percaya diri dalam membangun kekuatan militernya khususnya di kawasan LCS yang masih dipersengketakan.
Keikutsertaan militer Rusia dalam latihan bersama di LCS merupakan langkah awal dalam membangun kemitraan yang strategis dengan China. Hubungan militer antara Rusia dan China bukanlah pertama kali. Sejak Uni Soviet berdiri, kerjasama Sino (China) sudah terjalin dan rutin dilakukan. Aliansi militer Uni Soviet dan Republik Rakyat China telah terbangun semenjak tahun 1950. Tercatat dalam sejarah pada tanggal 15 Februari 1950, Uni Soviet dan Republik Rakyat China, dua negara komunis terbesar di dunia mengumumkan penandatanganan kerja sama pertahanan keamanan. Perjanjian kerjasama militer tersebut dilakukan di Moskow yang dihadiri oleh pemimpin China Mao Zedong dan Perdana Menteri Zhou En-lai dan pemimpin Uni Soviet Joseph Stalin dan Menteri Luar Negeri Andrei Vishinsky.
Dalam perjanjian tersebut Uni Soviet memberikan bantuan kredit sebesar US$300 juta kepada China untuk membangun kekuatan militernya. Hal tersebut juga mengembalikan pengawasan jalur utama kereta api di Port Arthur dan Dairen di Manchuria dari Uni Soviet ke Cina. Sebelumnya, jalur tersebut dikuasai pasukan Uni Sovyet menjelang akhir Perang Dunia II. Aliansi pertahanan tersebut juga merupakan jawaban untuk mengantisipasi terjadinya kembali tragedi Perang Dunia kedua akibat agresi militer negara lain di masa depan. Bahkan, Zhou En-lai dengan bangga mengklaim aliansi tersebut menciptakan sebuah kekuatan yang mustahil untuk dikalahkan. Dalam perjanjian tersebut merupakan bukti yang konkret dalam memperkuat sistem monolitik negara-negara komunis ketika itu. Sudah 66 tahun aliansi tersebut berlalu dan kini Rusia dan China membangun kembali aliansi militer tersebut dengan perspektif yang berbeda yaitu membangun aliansi strategis di kawasan Asia Pasifik.
Aliansi yang dibangun Rusia dengan China tentu sebagai upaya menjaga stabilitas regional kawasan Asia Pasifik. Vradimir Putin dalam beberapa kesempatan menyebut bahwa aliansi militer yang dibangun dengan China salah satunya adalah untuk mengantisipasi dan mengimbangi strategi Amerika Serikat yang sudah berniat menambah kekuatan maritimnya kawasan di Asia Pasifik pada tahun 2020. Namun sebaliknya pula Vradimir Putin juga menginginkan adanya kemitraan bersama-sama dengan negara lainnya yang secara bersama-sama menjaga dan memperkuat keamanan di kawasan Asia Pasifik. Oleh karena itulah Rusia dan China ingin mempertahankan hubungan militer dengan melakukan latihan militer secara bersama-sama. Rusia mendukung pembentukan arsitektur keamanan dan kerjasama yang terbuka dan sejajar di kawasan Asia Pasifik berdasarkan Hukum Internasional.
Penulis | : | Hasrul Sani Siregar, S.IP, MA Alumni Ekonomi-Politik Internasional, IKMAS UKM, Malaysia |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Internasional, Cakap Rakyat |