Dr. (H.C.) H. Sofyan Siroj Abdul Wahab, LC, MM.
|
Sebagaimana diketahui, mengacu ke SK Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) estafet kepemimpinan saudara Edy Natar Nasution yang mengisi posisi Gubri selama sekitar sebulan akan berakhir 31 Desember mendatang. Otomatis bakal ada Penjabat (Pj) Gubernur Riau (Gubri) yang menggantikan. Pengajuan usulan nama-nama Pj Gubri kemudian menjadi topik perbincangan hangat. Intensitas terasa di internal kelembagaan DPRD Provinsi Riau. Berbagai isu dan pergunjingan semarak di berbagai lini media. Paling kencang rumor menyebut DPRD Riau hanya mengajukan satu usulan nama calon Pj Gubri ke Kemendagri. Padahal faktanya di dalam surat bernomor 100.2.1.3/6066/SJ yang dikirim oleh Mendagri Tito Karnavian ke pimpinan DPRD meminta tiga usulan nama. Menindaklanjuti permintaan nama, DPRD Riau selaku wakil rakyat telah membuka ruang seluas-luasnya kepada elemen masyarakat Riau. Berbagai aspirasi nama calon baik dari para tokoh dan Organisasi Kemasyarakat (Ormas) sudah diterima oleh pimpinan dan perwakilan fraksi. Adapun batas akhir waktu pengajuan tiga usulan nama calon Pj Gubri jatuh pada hari Rabu (6/12/2023).
Antusiasme elemen masyarakat mengajukan usulan nama Pj Gubri patut disambut baik. Ini menunjukan tingginya rasa memiliki dan kecintaan kepada bumi Lancang Kuning. Pastinya kita menghendaki sosok yang tepat memimpin Riau. Walau periode jabatan Pj relatif singkat, setiap kebijakan di rentang waktu tersebut berdampak luas. Meski keputusan tetap di tangan Presiden, asa atas calon terpilih nantinya semoga dapat memberikan kemampuan terbaik dan berkontribusi positif untuk kemajuan Provinsi Riau. Apalagi pengangkatan Pj Kepala Daerah (Kada) di awal diwarnai prasangka. Kalangan masyarakat sipil sempat mengkritik mekanisme pengangkatan Pj Kada cenderung tidak transparan dan akuntabel. Bahkan Ombudsman RI sampai meminta Kemendagri mengevaluasi mekanisme pengangkatan Pj Kada. Tudingan kian menguat di tengah tahun politik. Cukup beralasan. Mengutip pernyataan Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri Djohermansyah Djohan, sulit memastikan netralitas aparatur sipil negara. Kekhawatiran keberpihakan demi kepentingan pragmatis selalu menghantui. Ditambah beberapa waktu belakangan di level nasional kita disuguhkan pemandangan tak elok. Konstitusi diacak-acak tanpa etika dan rasa malu demi hasrat kuasa.
Spirit Sejarah
Kendati sebagian pihak meragukan niat tulus elemen masyarakat menyodorkan nama-nama Pj Gubri, namun kami memandang sebaliknya: kesadaran berdemokrasi yang positif. Lagipula bukan pertama kali. Kembali menapaktilas sejarah, Riau punya rekam jejak membanggakan di masa lalu. Tercatat 2 September 1985, sebuah peristiwa penting mengundang sorotan banyak kalangan pada masanya. Mulai politisi, akademisi, pengamat, unsur masyarakat dan ekspos media membuat kabar tersiar luas di dalam dan luar negeri. Momen dimaksud adalah pemilihan gubernur periode 1985-1990. Waktu itu muncul tiga nama atau calon yaitu Imam Munandar berstatus incumbent, Ismail Suko dan Abdul Rachman Hamid. Ketiganya tokoh hebat dengan reputasi luar biasa. Imam Munandar paling diunggulkan menimbang berasal dari Fraksi ABRI dan usulan Pemerintah Pusat dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Di atas kertas Imam Munandar dijagokan menang dalam proses pemilihan di lembaga legislatif Riau, yang secara komposisi dikuasai Golkar 25 kursi dan ABRI 6 kursi. Namun hasil diluar prediksi. Ismail Suko yang semula tidak difavoritkan justru menang. Calon unggulan pusat berlatarbelakang militer pula tapi kalah oleh calon usulan daerah non-unggulan. Terpilihnya Ismail Suko dianggap pembelotan dan pembangkangan paling frontal. Sekaligus menginspirasi demokrasi negeri. Lebih hebat lagi, unsur pusat yakni Dirjen Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah (PUOD) Tojiman Sidikprawiro sebagai penanggungjawab pelaksanaan mengatakan proses berlangsung sah meskipun beberapa anggota berhalangan hadir. Bukan hanya hasil yang mengejutkan, respon Pemerintah yang disebut-sebut rezim otoriter termasuk mengejutkan. Teruntuk era Orde Baru yang serba sentralistis tentu kejadian langka.
Spirit inilah yang mendasari kepedulian komponen daerah atas kandidat Pj Gubri ke depan. Karena kita sama-sama berkeinginan Riau lebih baik. Pemahaman akan permasalahan dan tantangan daerah jelas tak dimiliki semua orang. Artinya perlu sosok yang tepat. Pj yang tidak memakai kacamata pusat semata, namun juga mengedepankan kepentingan daerah dan cakap menjalin komunikasi ke seluruh pemangku kepentingan. Memang dalam perspektif demokrasi, tingkat penerimaan Pj Kada di mata para anggota DPRD dan masyarakat tidak seperti Kada hasil proses Pilkada. Terlebih kebanyakan Pj yang ditunjuk Pust berbeda dari daftar usulan daerah. Boleh dikata usulan sebatas memenuhi unsur formalitas pada Permendagri 4/2023 tentang Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati, dan Penjabat Wali Kota. Tak heran sebagian Pj dianggap tak merepresentasi daerah melainkan orang pusat. Diakui atau tidak, ini memicu problem baru. Terutama dukungan politik DPRD dan masyarakat untuk menjalankan berbagai program dan kebijakan pembangunan.
Menyoal kebijakan misalnya mengenai penganggaran dan pengunaan anggaran, menjaga efektivitas dan optimalisasi APBD sangat tergantung kesinambungan prinsip kemitraan antara eksekutif dan legislatif. Selain anggaran, Pj juga akan dihadapkan pada penyusunan Peraturan Daerah (Perda). Penyusunan regulasi yang tidak tepat dan lebih mengutamakan pendekatan satu arah akan memicu ketegangan politik dan penolakan publik. Terakhir, kita berharap Pj Gubri bebas dari cengkeraman serta agenda dan afiliasi politik ke satu pihak. Berhubung Pj bukan berasal dari proses Pilkada, maka semestinya tidak tersandera dan terbebani kepentingan politik. Sebab keterpilihannya tanpa keluar modal dan murni objektif dilihat kapasitas dan kelayakan. Masyarakat Riau bisa menuntut ke sosok bersangkutan untuk bekerja sungguh-sungguh dan fokus. Toh pusat melalui Kemendagri menjamin Pj dipilih secara cermat dan dievaluasi secara berkala. Sekarang kita nantikan bukti komitmen pusat dan kinerja Pj memenuhi tiga aspek utama, yaitu pemerintahan, kemasyarakatan dan pembangunan.
Penulis | : | Dr. (H.C.) H. Sofyan Siroj Abdul Wahab, LC, MM. (Anggota DPRD Provinsi Riau) |
Editor | : | Delvi Adri |
Kategori | : | Cakap Rakyat |