(CAKAPLAH) - Perbincangan tentang globalisasi menjadi topik yang menarik bagi ramai orang semenjak tahun 1980-an, bersamaan dengan semakin terbukanya perekonomian dunia dan runtuhnya Uni Soviet. Walaupun sebagian ahli menyatakan bahwa globalisasi sudah wujud ratusan tahun sebelumnya dengan berlakunya perdagangan internasional, dan perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat lainnya merentasi sempadan negara dan benua.
Namun yang membedakannya dengan globalisasi yang terjadi sekarang ada empat hal (Bhagwati, 2004). Pertama, integrasi ekonomi dunia digerakkan oleh kemajuan tekonologi informasi dan komunikasi. Kedua, teknologi informasi terkini menghasilkan suatu keadaan dimana pergerakan jasa dan modal lebih besar dan cepat. Ketiga, kerapuhan atau ketidakstabilan ekonomi pada masa sekarang jauh lebih besar dibandingkan masa lalu. Keempat, semakin meningkatnya kadar kebergantungan antar negara dan semakin besarnya kekangan negara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Banyak tafsir atau definisi dari globalisasi yang diberikan oleh para ahli. Ada yang melihatnya dari aspek ekonomi berupa pengintegrasian ekonomi antar negara dan kota di dunia melalui liberalisasi perdagangan. Pakar politik melihatnya dari aspek demokratisasi pemerintahan di negara-negara di dunia dengan kiblatnya demokrasi di Amerika Serikat. Pakar sosial melihat dari sudut penyeragaman budaya global yang berorientasi kepada budaya dan citarasa Barat (western). Walaupun begitu, globalisasi ekonomi adalah perbincangan utama dan yang paling penting dibandingkan yang lainnya.
Berdasarkan uraian di atas secara umum globalisasi dapat diartikan sebagai peningkatan integrasi ekonomi, sosial-budaya, dan politik diantara individu dan antar negara melepasi sempadan wilayah di penjuru dunia yang digalakkan dan didukung oleh kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi (ICT).
Disadari bahwa globalisasi dapat menimbulkan dampak positif atau negatif di dalam pembangunan. Persoalaannya sekarang adalah bagaimana mengelola globalisasi agar dapat memberikan faedah yang sebesar-besarnya dalam pembangunan negara, wilayah atau kota, serta meminamalisir dampak negatif yang ditimbulkannya.
Dampak globalisisi dalam pembangunan kota dapat diperhatikan dengan semakin terkoneksinya kota-kota yang ada di dunia dalam rangkian kota global (global city) dengan hirarkinya masing-masing. Sehubungan itu setiap kota berpacu untuk memperkemaskan pembangunan infrastrukturnya untuk dapat terus bersanding dalam kota global dengan tujuan utama efisiensi ekonomi dan produktivitas. Pembangunan infrastruktur adalah diantara faktor yang mempengaruhi investor untuk melakukan aktivitas ekonomi di suatu kota, yang mana akan membolehkan aktivitas ekonomi global beroperasi dengan efisien.
Dampak globalisasi juga tampak dalam pembangunan pusat perbelanjaan modern yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Keadaan ini semakin pantas dengan banyaknya ritel asing yang beroperasi seperti JP Penney, Walmart, Makro, Circle-K dan Sogo di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Tanah Air. Pusat perlenjaaan modern ini juga biasanya menjual berbagai barang dengan merek internasional seperti Camel, Marks and Spencer, Toys R Us dan Burger King. Selain tentunya produk lokal yang juga menghiasi toko-toko dan gerai-gerai di pusat-pusat perbelanjaan.
Begitu juga dampaknya terhadap pembangunan hotel dengan standar global sebagai akibat dari bertambahnya golongan menengah ke atas yang semakin meningkat pergerakannya dari satu kota ke kota lainnya dalam rangkaian ekonomi global. Kini, hampir semua kota global di dunia akan dijumpai hotel yang dikelola oleh perusahaan multinasional seperti Hilton, Grand Hyatt, Holiday Inn, dan Shangri-La.
Dampak globalisasi terhadap pembangunan perumahan dan gedung juga terlihat di dalam desain arsitektur yang cenderung kebarat-baratan disesuaikan dengan gaya hidup dan permintaaan pasar yang semakin kompetitif. Gaya dan desain arsitektur nusantara seperti terpinggirkan dalam arus pembangunan. Kalaupun ada sudah tenggelam dalam desain dan arsitektur barat yang terasa lebih modern dan canggih.
Ditinjau dari aspek gaya hidup dan citarasa makanan warga kota juga sudah semakin mengglobal dengan hadirnya menu makanan dan kuliner yang berselera mancanegara, mulai dari Eropa, Jepang, Korea hingga Timur Tengah. Hal ini juga ditandai dengan semakin banyaknya restoran yang menawarkan citarasa global seperti McDonald, KFC, kedai kopi Starbucks dan yang lainnya.
Bagi masyarakat yang tinggal di pedesaan dampak globalisasi juga mulai dirasakan, sehingga desa-desa juga sudah masuk dalam rangkaian desa global (global village), yang tersambung satu dengan yang lainnya dengan kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi. Anak-anak muda di pedesaan juga sudah tidak asing lagi dengan fashion dan cita rasa global seperti minuman coca-cola, dan pepsi. Kehadiran gerai indomaret dan alfamart menjadi pemangkin dampak globalisasi di dalam gaya hidup berbelanja kaum berpunya dan anak-anak muda di pedesaan.
Pembangunan gaya rumah pedesaan kini juga sudah banyak yang meniru arsitektur barat, meninggalkan gaya dan desain tradisonal kampung yang selama ini kita kenal. Rumah panggung sudah semakin hilang berganti dengan rumah beton berjendela kaca yang kurang ramah lingkungan.
Belum lagi penggunaan internet yang samakin masif hingga pelosok pedesaan melalui telepon pintar (smarphone) yang seolah tidak bisa dibendung oleh siapapun, menjadikan desa semakin mengglobal pada masa sekarang.***
Penulis | : | Apriyan Dinata: Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik, Universitas Islam Riau |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Cakap Rakyat |