Dr. drh. H. Chaidir, MM
|
BILA tidak ada aral melintang, dua orang tokoh perempuan akan dilantik sebagai bupati kepala daerah di Provinsi Riau pada awal 2021. Keduanya, Rezita Meylani sebagai Bupati Indragiri Hulu dan Kasmarni sebagai Bupati Bengkalis. Mereka terpilih dalam pilkada serentak di sembilan kabupaten dan kota di Provinsi Riau tanggal 9 Desember 2020 baru lalu.
Total, ada delapan tokoh perempuan yang maju mencalonkan diri dalam pilkada serentak di Provinsi Riau. Selain kedua tokoh tersebut, ada Sri Barat yang populer sebagai Iyeth Bustami (calon wakil bupati di Bengkalis), Syarifah (calon wakil walikota di Dumai), Siti Aisyah (calon bupati di Indragiri Hulu), Supriati (calon wakil bupati di Indragiri Hulu), Komperensi (calon wakil bupati di Kuansing), dan Reni Nurita (calon wakil bupati di Siak).
Dalam pilkada serentak secara nasional yang diikuti 270 wilayah di Indonesia (9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota), tercatat 157 calon perempuan ikut bertarung, selebihnya 1.329 calon laki-laki. Dari 157 calon perempuan tersebut, 5 orang maju sebagai calon dalam pemilihan gubernur (Pilgub), 127 orang maju dalam pemilihan bupati (Pilbup) dan 25 orang maju dalam pemilihan walikota (Pilwalkot). Persentase nasional partisipasi calon perempuan 10,6 persen (naik hampir dua persen dibanding pilkada serentak sebelumnya).
Bagi Riau, jangankan dua orang, satu orang pun sudah sangat menggembirakan, apatah lagi dua orang sekaligus. Karena belum ada sejarahnya di Riau tokoh perempuan terpilih secara demokratis memimpin daerah. Memang, Dra. Hj. Suryatati A. Manan, pernah dipercaya menjadi Penjabat Walikota Tanjung Pinang pada tahun 2001-2003, namun Ketika kemudian ia terpilih dalam pemilihan umum kepala daerah sebagai Walikota Tanjung Pinang selama dua periode (2003-2008 dan 2008-2013), Tanjung Pinang secara administratif bukan lagi bagian dari Provinsi Riau, tapi sudah menjadi Ibukota Provinsi Kepulauan Riau.
Sebenarnya, geliat perempuan politik di Riau sudah mulai terbaca ketika pada pemilu legislatif 2004, tiga dari empat orang senator Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terpilih dari Riau untuk pemilihan pertama kalinya, direbut oleh tokoh perempuan, yakni Hj Maimanah Umar (alm), Instiawaty Ayus dan Dinawati. Riau hanya menyisakan satu kursi untuk laki-laki, yakni Drs. H. Sumardi Thaher. Selanjutnya, tiga periode berikutnya (2009-2014, 2014-2019, dan 2019-2024) dua dari empat senator (50 persen) selalu diisi oleh tokoh perempuan.
Pada awalnya memang ada affirmative action, ketika ruang politik dibuka melalui dukungan atau tekanan peraturan perundang-undangan untuk melindungi keterwakilan perempuan. Namun sekarang pandangan politik masyarakat sudah berubah. Budaya patriarkhi tak lagi jadi hambatan. Tidak ada lagi diskriminasi, dan sebenarnya tak lagi diperlukan affirmative action. Faktanya, tidak ada lagi posisi jabatan politik yang terlarang bagi perempuan. Presiden, menteri, gubernur, bupati, walikota, ketua dan anggota DPR dan DPRD, semua sudah bisa diisi oleh politisi perempuan.
Politisi perempuan tak lagi segan bertarung dalam pemilihan langsung kepala daerah, padahal seringkali ditandai persaingan keras dan intrik-intrik politik. Banyak tokoh perempuan yang sukses dan terbilang masih muda dalam usia. Ada Airin Rachmi Diany Wali Kota Tangerang Selatan dua periode, Indah Putri Indriani Bupati Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Idza Priyanti Bupati Brebes, Jawa Tengah, Karolin Margret Natasa Bupati Landak, Kalimantan Barat dan di Bali, ada Ni Putu Eka Wiryastuti Bupati Tabanan dua periode. Bupati Nunukan, Kalimantan Utara, Asmin Laura Hafidz (2016-2021), terpilih pada usia 31 tahun (kelahiran Kalimantan Utara 10 Agustus 1985). Mirna Anissa Bupati Kendal, Jawa Tengah (2016-2021), merupakan seorang dokter dan politikus muda (kelahiran 1981). Bupati Karawang, Cellica Nurrachadiana, kembali terpilih untuk periode kedua dalam pilkada serentak 2020 beberapa hari lalu.
Namun, semakin tinggi sebatang pohon semakin keras pula diterpa angin. Di samping banyak politisi perempuan yang sukses menjalankan tanggungjawab sebagai seorang kepala daerah dan eksis di badan legislatif (DPR dan DPRD), juga tercatat beberapa politisi perempuan yang gagal memikul amanah, tak tahan godaan kekuasaan sehingga harus berurusan dengan sanksi pidana.
Tantangan politisi perempuan untuk sukses di panggung politik lebih berat dibanding laki-laki. Dianne Fienstein, walikota perempuan pertama megapolitian San Francisco, AS (1978-1988), menuliskan kesannya, perempuan di panggung politik harus selalu membuktikan bahwa mereka pantas dan bisa diandalkan. Kuncinya adalah menjadi orang yang bisa diandalkan.
Maka, ketika untuk meraih sukses seorang laki-laki memerlukan competency, character dan commitment (kemampuan, akhlak, tanggungjawab), bagi politisi perempuan itu saja tidak cukup melainkan harus memiliki good competency, best character dan great commitment (mampu dan mahir, berakhlak mulia dan memiliki rasa tanggung jawab yang hebat).
Membentuk politisi perempuan menjadi orang yang bisa diandalkan seperti disebut Dianne Fienstein, ditambah dengan ciri-ciri good competency, best character dan great commitment, kebutuhan zaman now, tidak hanya cukup dibiarkan lahir dengan bakat alamiah, melainkan juga harus dibentuk. Jawa Barat cerdas mengantisipasi masa depan dengan mendirikan Sekolah Perempuan Capai Impian dan Cita-Cita (Sekoper Cinta). Rasanya, Sekoper Cinta model Jawa Barat ini perlu diadopsi dengan beberapa improvisasi sesuai kearifan budaya lokal untuk pemberdayaan perempuan menangkap peluang masa depan termasuk menjadi orang yang bisa diandalkan di panggung politik. Tahniah politisi perempuan. I love you full.***
Penulis | : | Dr. drh. H. Chaidir, MM |
Editor | : | Ali |
Kategori | : | Cakap Rakyat |