Muji Basuki
|
29 Oktober 2022 yang lalu, menjelang tengah malam, insan Badan Pusat Statistik (BPS) seluruh Indonesia turun ke jalan-jalan untuk melakukan kegiatan Regsosek Night atau malam Regsosek. Regsosek Night adalah kegiatan pendataan yang tidak terpisahkan dari kegiatan pendataan Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) itu sendiri. Pendataan Regsosek Night ditujukan untuk memastikan bahwa tidak ada satupun penduduk Indonesia yang tidak tercakup dalam kegiatan pendataan ini, baik penduduk yang secara reguler tinggal di bangunan rumah, maupun penduduk yang karena alasan tertentu tidak tinggal di bangunan rumah.
Untuk penduduk atau keluarga yang tinggal di bangunan rumah, pendataan Regsosek dilakukan dengan metode door to door selama periode 15 Oktober 2022 sampai dengan 14 November 2022. Sedangkan untuk penduduk atau keluarga yang tinggal di luar bangunan rumah didata oleh tim task force BPS pada kegiatan Regosek Night pada tanggal 29 Oktober 2022 jelang tengah malam, sampai dengan 30 Oktober 2022 dini hari.
Secara umum, yang dimaksud dengan penduduk yang tinggal di luar bangunan rumah adalah mereka yang karena alasan tertentu tinggal di luar bangunan dalam kurun waktu yang panjang, baik karena alasan pekerjaan atau karena alasan tidak memiliki rumah, contohnya adalah penduduk yang bekerja sebagai awal kapal, para tuna wisma, gelandangan dan ODGJ yang terlantar. Pendataan atas mereka dilakukan secara khusus jelang tengah malam sampai dengan dini hari semata-mata mempertimbangkan bahwa mereka pada waktu tersebut sedang istirahat di tempat yang "biasanya" mereka gunakan untuk istirahat, karena karakter mereka yang cenderung nomaden dan berpindah-pindah.
Fenomena "Penduduk Yang Tidak Beruntung"
Sebagian besar target pendataan dalam kegiatan Regsosek Night bisa disebut sebagai penduduk yang tidak beruntung, atau dalam terminologi Kementerian Sosial biasa disebut dengan penduduk Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Yang dimaksud dengan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah seseorang atau keluarga yang karena suatu hambatan, kesulitan atau gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya dan karenanya tidak dapat menjalin hubungan yang serasi dan kreatif dengan lingkungannya. Tapi dengan mempertimbangkan aspek psikologis penduduk yang masuk kategori ini, Kemensos mengubah penyebutan untuk mereka dengan terminologi baru yang dinamakan Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS). Menurut Kementerian Sosial, ada 26 jenis Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial, diantaranya seperti anak terlantar, anak jalanan, anak balita terlantar, bekas warga binaan lembaga pemasyarakatan, fakir miskin, gelandangan dan pengemis.
Selama ini, memang sangat sulit untuk mendapatkan data jumlah PMKS/PPKS yang valid. Hal ini utamanya disebabkan karena para PMKS/PPKS yang berstatus tuna wisma karakter tempat tinggalnya mobile dan cenderung nomaden atau berpindah-pindah, sehingga kondisi tersebut menyulitkan Kementerian/Dinas Sosial mendata dan menangani mereka. Bahkan tidak sedikit para PMKS/PPKS yang berstatus tuna wisma lebih suka tinggal di jalan/emperan toko dibandingkan direhabilitasi di tempat-tempat penampungan dan pembinaan yang disediakan oleh pemerintah maupun swasta.
Itulah barangkali yang menyebabkan penulis kesulitan untuk mencari referensi data dan jumlah PMKS/PPKS yang terlantar di jalan, baik yang dicari dalam bentuk e-book pdf maupun dalam bentuk link berita. Penulis hanya mendapatkan beberapa gambaran data penduduk terlantar melalui beberapa pemberitaan/rilis berikut. Pada tanggal 4 April 2022, dalam sebuah berita online diinformasikan bahwa Dinas Sosial Kota Pekanbaru melaksanakan program penanganan terhadap 38 orang terlantar di Pekanbaru. Pada platform berita yang lain diinformasikan bahwa di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2021 ada 47 anak jalanan, 111 orang pengemis, 123 orang gelandangan dan 441 anak balita terlantar. Sedangkan menurut situs jakarta.bps.go.id, mengacu kepada data dari Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta, jumlah PMKS pada tahun 2020 sebanyak 2.169 orang, kemudian naik menjadi 2.659 orang pada tahun 2021, atau mengalami kenaikan sebesar 22,59 persen. Apa yang terjadi di DKI Jakarta sangat boleh jadi juga dialami oleh daerah-daerah yang lain di Indonesia, yaitu terjadi kenaikan jumlah PMKS akibat dari berlarutnya Pandemi COVID-19 yang memukul berbagai sektor kehidupan masyarakat.
Ketidakberdayaan yang dihadapi oleh para PMKS/PPKS disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor internal mereka sendiri maupun faktor-faktor eksternal yang makin menyulitkan mereka keluar dari situasi tersebut, seperti social care terhadap mereka, sistem ekonomi dan sosial yang berlaku di tempat mereka tinggal, dan sebagainya. Tapi apapun, sebagai "penduduk yang tidak beruntung" dibandingkan kelompok penduduk yang lain, mereka hakikatnya adalah tanggung jawab sosial masyarakat secara kolektif, khususnya keberadaan mereka menjadi tanggung jawab negara untuk melindungi dan membimbing mereka keluar dari situasi itu. Hal ini karena pemberdayaan atas mereka menjadi amanat konstitusi negara, seperti termuat dengan tegas dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 yang berbunyi :"Fakir Miskin dan Anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara".
Regsosek Night, Menunaikan Hak PMKS/PPKS Terlantar Sebagai Warga Negara
Kembali kepada kegiatan pendataan Regsosek Night, dimana dijelaskan diawal tulisan ini bahwa Regsosek Night adalah satu kegiatan dalam rangkaian pendataan awal Registrasi Sosial Ekonomi tahun 2022, yang ditujukan untuk memastikan tidak ada satupun penduduk Indonesia yang terlewat dalam sensus ini. Selain ditujukan untuk memastikan bahwa seluruh penduduk tercatat dan terdata dalam sensus ini, Regsosek Night juga secara filosofis bertujuan untuk membangun baseline data perlindungan , sebagai dasar penunaian kewajiban negara terhadap penduduknya yang terlantar, sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi. Memang nantinya akan sulit mendiseminasikan data PMKS/PPKS terlantar hasil Regsosek Night ini menurut wilayah administrasi tempat tinggalnya, karena karakteristik mereka yang cenderung berpindah-pindah dan nomaden. Akan tetapi minimal hasil pendataan PMKS/PPKS terlantar melalui Regsosek Night ini bisa menjadi referensi awal bagi pemerintah dan stakeholder lainnya untuk mengentaskan permasalahan sosial ini.
Harapan Terhadap "Penduduk Yang Tidak Beruntung"
Penulis sendiri ikut serta di dalam task force pendataan Regsosek Night di Provinsi Riau ini. Bersama dengan yang lain penulis menelusuri tempat-tempat yang kuat diduga menjadi tempat yang "biasanya" digunakan pada tuna wisma untuk beristirahat di malam hari. Dengan salah satunya menggunakan metode snow ball berdasarkan informasi mulut ke mulut dari pemuka masyarakat di lokasi yang dikunjungi, tim task force bergerak pada tengah malam 29 Oktober 2022 sampai dengan dini hari di tanggal 30 Oktober 2022, menyisir satu tempat ke tempat yang lain. Penulis bersama tim sendiri bertemu beberapa kali dengan target dimaksud, diantaranya dengan seorang pemuda yang sedang duduk sendirian di tengah los pasar yang gelap, yang setelah diwawancarai diketahui kalau pemuda ini mengalami gangguan kejiwaan yang menyebabkan dia tidak fokus berkomunikasi dengan orang lain.
Di tempat yang lain, penulis bersama tim juga bertemu dengan seorang laki-laki paruh baya yang sedang tidur di dekat lokasi pemakaman dekat mesjid. Dengan perlahan penulis bersama tim membangunkan lelaki itu. Dengan wajah yang mengekspresikan beban hidup yang berat seraya menjawab pertanyaan kami dengan malas dan tetap berbaring, penulis dan tim akhirnya mengetahui jika lelaki ini tidak punya rumah dan keluarga, hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain, dengan mengandalkan belas kasihan orang lain untuk menyambung hidup.
Di bagian tempat lainnya, tepatnya di sebuah mini market yang berada di kawasan stasiun pengisian bahan bakar (SPBU), penulis bersama tim bertemu dengan sekelompok anak-anak punk sedang tertidur di teras mini market. Dengan perlahan penulis bersama tim membangunkan anak-anak muda yang sejatinya mereka adalah harapan bangsa itu. Jujur penulis bersama tim diliputi kekhawatiran pada saat membangunkan mereka, karena ada mindset yang relatif negatif pada benak penulis dan tim atas diri anak-anak muda punk itu.
Tapi akhirnya terbangunlah 2 orang diantara mereka, yang selanjutnya memperkenalkan dirinya. Dilatari dengan pemandangan kawan-kawannya yang masih berbaring dan umumnya menggunakan anting tindih di telinga, hidung dan bibir mereka, juga dengan kendaraan vespa butut yang menjadi ciri khas dari komunitas ini, penulis bersama tim berdialog dengan 2 orang anak punk yang mewakili komunitas ini. Dia perkenalkan dirinya dan anggota kelompoknya dengan ramah dan sopan, juga menginformasikan asal usul mereka yang ternyata berasal dari daerah yang saling berjauhan, ada yang dari Sumatera, tapi juga ada yang berasal dari Pulau Jawa.
Bahkan mereka juga menceritakan jika mereka baru saja mengunjungi ujung utara pulau Sumatera dengan vespa butut mereka. Mereka juga bercerita tentang latar belakang mereka menjadi anak punk, yang umumnya disebabkan oleh situasi keluarga yang broken, atau bahkan masalah pekerjaan seperti yang diceritakan oleh salah seorang dari mereka, bahwa dirinya adalah lulusan SMA disuatu daerah tapi tidak kunjung mendapatkan pekerjaan, akhirnya dirinya bergabung dengan komunitas ini.
Akhirnya setelah proses pendataan selesai, seraya berharap dan berdoa agar negara ini diberi kekuatan untuk memberdayakan orang-orang seperti mereka, juga mendoakan agar orang-orang terlantar ini kelak diberikan Tuhan Yang Maha Kuasa kehidupan yang lebih baik di dunia, penulis pun bergumam di dalam hati :"Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?"
Penulis | : | Muji Basuki (Statistisi di BPS Provinsi Riau) |
Editor | : | Ali |
Kategori | : | Cakap Rakyat |